“Turn the Volume Up” yang Membungkam Kesombongan Trump

Netizen mengekspresikan suka cita dengan membuat berbagai konten yang melambangkan perasaan suka cita atas pidato Mamdani "turn the volume up" (foto: TikTok)

PIDATO kemenangan Zohran Mamdani usai terpilih sebagai Wali Kota New York bukan sekadar selebrasi politik. Ketika ia mengakhiri pidatonya dengan seruan singkat namun kuat: Turn the volume up!, kalimat itu menjelma menjadi manifesto moral.

Ia bukan hanya berbicara kepada pendukungnya, tetapi kepada seluruh warga kota yang selama ini merasa suaranya dikecilkan oleh hiruk-pikuk kekuasaan dan ekonomi raksasa yang mendominasi New York. Lebih khusus, ia hendak menyadarkan kesombongan Presiden Donald Trump.

Dalam pengertian literal, kalimat itu sederhana: naikkan volume. Tetapi dalam konteks politik Mamdani, kalimat itu berarti lebih dari sekadar suara yang keras. Trump harus mendengarkan rakyat!

Baca juga: Muslim Pertama Pimpin New York, Zohran Mamdani Menang Tipis Lawan Cuomo

Ia menyerukan kebangkitan suara-suara yang selama ini diredupkan; para pekerja migran, warga kulit hitam, komunitas Muslim, perempuan, dan generasi muda yang menanggung dampak ketimpangan kota global. “Turn the volume up” menjadi metafora atas demokrasi yang tak lagi dibisukan oleh elite, melainkan diperkuat oleh partisipasi rakyat.

Kemenangan Mamdani mencerminkan perubahan lanskap politik New York. Putra imigran Uganda-Kenya yang tumbuh dalam tradisi intelektual dekolonial itu membawa perspektif baru ke dalam panggung kekuasaan Amerika. Ia bukan sekadar simbol keberagaman, tetapi perwujudan dari gagasan bahwa politik kota besar hanya dapat disembuhkan jika ia kembali mendengarkan rakyat kecil.

Baca juga: Dari Aplikasi Kencan ke Balai Kota: Kisah Cinta Wali Kota Muslim Pertama New York

Seruan “turn the volume up” dengan demikian adalah tantangan terhadap budaya diam; diamnya birokrasi terhadap kemiskinan, diamnya kapital terhadap ketidakadilan, dan diamnya politik terhadap penderitaan minoritas. Mamdani mengajak warga untuk berbicara, bukan sekadar bersorak. Untuk menuntut, bukan hanya memilih. Untuk menulis ulang arah kota dengan suara kolektif yang lebih jujur.

Dalam skala yang lebih luas, seruan itu juga menggemakan semangat global dari politik keadilan baru: bahwa kota, bangsa, dan dunia harus berani memperkeras suara mereka terhadap ketimpangan sistemik. Bahwa demokrasi bukan panggung bagi yang bersuara paling keras, melainkan ruang bagi yang paling lama dibungkam.

New York kini memiliki wali kota yang memahami makna kekuasaan sebagai wadah mendengarkan, bukan menindas. Dan, ketika Mamdani berkata “Turn the volume up,” dunia seakan diingatkan: sudah saatnya suara-suara kecil tidak lagi ditekan, karena justru dari sanalah demokrasi mendapatkan nadinya kembali.

Seruan “Turn the volume up” kini disambut gegap gempita oleh warga AS, khususnya generasi muda New York. Mereka menyuarakan itu dimana-mana, terutama lewat berbagai platform media sosial, sebagai satu cara menyambut era baru yang optimistis di bawah kepemimpinan anak muda, Zohran Mamdani.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *