News  

Kasus Pemukulan Kepala SPPG, Kemendagri Panggil Wabup Pidie Jaya

KabarAktual.id — Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan memanggil Wakil Bupati (Wabup) Pidie Jaya, Hasan Basri, untuk dimintai keterangan terkait dugaan penganiayaan terhadap kepala dan relawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) Desa Sagoe, Kecamatan Trienggadeng.

Wakil Menteri Dalam Negeri (Wamendagri) Bima Arya Sugiarto mengatakan, laporan kasus tersebut telah diterima dan segera ditindaklanjuti oleh Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendagri.

“Kami baru mendapat laporan dari Wakil Gubernur Aceh. Selanjutnya, inspektorat bisa memanggil untuk meminta keterangan,” kata Bima Arya kepada wartawan, Jumat (31/10/2025).

Baca juga: Setelah Bogem Kepala SPPG, Wabup Pijay Juga Kasari Karyawan Perempuan

Bima menjelaskan, pihaknya juga telah mendapatkan keterangan dari Wakil Gubernur Aceh Fadhlullah, yang sebelumnya menegur Hasan Basri atas insiden tersebut.

Ia menegaskan bahwa tindakan kekerasan tidak dibenarkan sama sekali, terlebih dilakukan oleh pejabat publik. “Pak Wagub sudah menegur yang bersangkutan. Apa pun alasannya, tidak dibenarkan pimpinan bersikap temperamental dan melakukan tindakan kekerasan,” tegas Bima.

Baca juga: Pimpinan ANTARA Minta Kapolri Usut Ajudan yang Pukul Wartawan

Sebelumnya, Hasan Basri telah menyampaikan permohonan maaf secara terbuka atas insiden pemukulan itu. Dalam video pernyataannya yang dibagikan oleh Wamendagri, Hasan mengaku khilaf dan teledor.

“Saya, Hasan Basri, Wakil Bupati Pidie Jaya, memohon maaf atas kekhilafan dan keteledoran saya terhadap perlakuan saya tadi pagi kepada ananda Reza terkait pemukulan di SPPG Desa Sagoe, Kecamatan Trienggadeng,” ujar Hasan dalam video tersebut.

Ia juga menyampaikan permohonan maaf kepada korban beserta keluarga, serta seluruh jajaran SPPG Kecamatan Trienggadeng. “Saya secara pribadi memohon maaf yang sebesar-besarnya kepada keluarga dan pihak SPPG di Kecamatan Trienggadeng,” katanya.

Kemendagri memastikan, kasus ini akan ditangani sesuai mekanisme pembinaan aparatur daerah. Tindakan korektif akan diambil jika terbukti ada pelanggaran etika atau disiplin jabatan.

Insiden ini menjadi peringatan serius bagi kepala daerah dan wakilnya agar menjunjung tinggi etika kepemimpinan di tengah masyarakat. Jabatan publik menuntut keteladanan, bukan ledakan emosi.

Dalam konteks Aceh yang berlandaskan nilai syariat, tindakan kekerasan—terutama oleh pejabat—bukan hanya melukai individu, tetapi juga mencederai marwah pemerintahan itu sendiri.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *