KabarAktual.id – Penangkapan seseorang yang diklaim aparat sebagai hacker Bjorka menuai perdebatan. Ada sejumlah kejanggalan yang memberi petunjuk bahwa sosok tersebut bukanlah orang yang terlibat serangkaian aksi peretasan yang sempat mengguncang publik.
Chairman CISSReC (Communication & Information System Security Research Center), Pratama Persadha, menilai ada sejumlah indikasi kuat bahwa individu yang ditangkap bukanlah figur sebenarnya di balik serangkaian aksi peretasan di Tanah Air.
Kata dia, ada beberapa data dan fakta yang dapat dianalisis untuk memperkuat dugaan bahwa penangkapan seseorang yang disebut sebagai Bjorka kemungkinan adalah salah target.
Menurut dia, dalam analisis keamanan siber, atribusi terhadap pelaku selalu mengacu pada tiga faktor utama, yakni: kapabilitas teknis, konsistensi pola aktivitas digital, dan bukti forensik. “Jika salah satunya tidak sesuai, maka identifikasi pelaku patut dipertanyakan,” ujarnya dilansir Merdeka.com, Minggu (5/10/2025).
Baca juga: Polda Metro Jaya Klaim Tangkap Hacker “Bjorka”
Pratama menjelaskan, profil teknis individu yang ditangkap tidak sebanding dengan kemampuan yang ditunjukkan oleh Bjorka selama ini. Hacker tersebut diketahui mampu membobol basis data skala besar, menjual data di forum gelap internasional, hingga konsisten berinteraksi dengan komunitas siber global.
Aktivitas semacam ini, kata Pratama, membutuhkan infrastruktur dan keterampilan tingkat tinggi. “Namun, fakta di lapangan justru menunjukkan sosok yang ditangkap lebih menyerupai penggiat daring biasa dengan kemampuan teknis yang tidak setara,” tandasnya.
Aktivitas Bjorka masih berlanjut
Pratama mengungkapkan fakta lain yang sangat kuat bahwa yang ditangkap itu bukan Bjorka. Faktanya, sambung ahli IT ini, akun Bjorka, baik di BreachForums maupun Telegram, tetap aktif setelah sosok itu berada dalam sel polisi. Bahkan, masih memposting pesan menantang aparat.
Baca juga: Ahli IT Lulusan UGM Sebut Ijazah S1 Jokowi 100 Miliar Persen Palsu
Dia menyebut, fenomena ini dikenal dengan istilah continuity of persona, yakni ketika satu identitas digital bisa dikelola lebih dari satu orang. “Artinya, penangkapan fisik tidak serta-merta menghentikan eksistensi akun Bjorka,” jelas Pratama.
Bjorka juga diketahui pernah mengakses data strategis yang kemungkinan diperoleh melalui supply chain attack, insider, atau pasar gelap internasional. Namun, individu yang ditangkap tidak memiliki latar belakang atau akses yang sejalan dengan modus tersebut. “Fakta bahwa sebagian data yang dibocorkan sudah lama beredar di forum gelap memperkuat dugaan Bjorka lebih berperan sebagai aggregator, bukan pencuri data langsung,” tambahnya.
Minim bukti forensik publik
Pratama menyoroti belum adanya bukti digital forensik konkret yang dipublikasikan aparat, seperti log akses, alamat IP yang konsisten, atau keterkaitan dompet kripto. Padahal, kata dia, hal itu penting untuk memastikan atribusi tidak keliru. “Tanpa bukti teknis yang bisa diuji, risiko false attribution sangat besar. Ini bisa menurunkan kredibilitas investigasi,” tegasnya.
Meski mengkritisi langkah aparat, Pratama juga menekankan bahwa publik perlu memahami keterbatasan dalam investigasi siber. Tekanan sosial dan politik sering membuat aparat harus segera menunjukkan hasil.
Namun, menurutnya, langkah tergesa-gesa justru berbahaya karena bisa membuat pelaku asli makin sulit dilacak. “Kasus ini jadi pelajaran penting bahwa Indonesia perlu memperkuat kapasitas digital forensik, memperbaiki ekosistem keamanan siber, serta membangun mekanisme investigasi yang transparan dan berbasis bukti kuat,” ujarnya.
Pratama menegaskan, apabila benar yang ditangkap bukan aktor utama Bjorka, maka perbaikan strategi investigasi menjadi hal mendesak agar kasus serupa tidak berulang.
Polisi Tangkap Bjorka
Menueut polisi, mereka telah menangkap sosok di balik akun X Bjorka. Adalah WFT, seorang pemuda berusia 22 tahun yang ‘ngumpet’ di balik banyak nama samaran tersebut.
Sebut saja, Bjorka serta tiga nama akun SkyWave, Shint Hunter, sampai Oposite6890 yang kerap wara wiri di forum dark web.Meski demikian, polisi masih terus mendalami memastikan keterkaitan WFT dengan akun Bjorka yang selama ini mengaku dalang peretasan sejumlah situs baik pemerintahan maupun kantor swasta.
Sepak terjang WFT akhirnya terhenti di Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Minahasa, Sulawesi Utara pada Selasa, 23 September 2025.”Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil menangkap pelaku WFT,” kata Kasubdit Penmas Polda Metro, AKBP Reonald Simanjuntak saat konferensi pers, Kamis (2/10/2025).
Dia menjelaskan, WFT sebagai pemilik akun X atau Twitter dengan nama Bjorka dan @Bjorkanesiaa. Dari akun itulah ia memamerkan tangkapan layar berisi database nasabah sebuah bank swasta.[]
Sumber: merdeka.com