KabarAktual.id – Presiden Prabowo Subianto memerintahkan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid untuk mempercepat proses penetapan tanah telantar. Jika sebelumnya 587 hari, sekarang diminta harus tuntas dalam waktu 3 bulan saja.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 20 Tahun 2021 tentang Penertiban Kawasan dan Tanah Telantar, sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) diberi waktu selama 587 hari.
Baca juga: Lagi Heboh Sertifikat Pagar Laut, Kantor Kementerian ATR/BPN Kebakaran
Instruksi tersebut disampaikan Nusron saat audiensi bersama pimpinan DPR RI di Jakarta, Rabu (24/9/2025). Menurutnya, Presiden Prabowo telah meminta revisi PP 20/2021 agar prosedur penetapan tanah telantar lebih sederhana dan cepat.
“Karena proses menentukan tanah telantar berdasarkan PP 20/2021 terlalu lama, yaitu 587 hari, maka atas perintah Bapak Presiden Prabowo, proses ini dipersingkat menjadi 90 hari,” ujar Nusron, dikutip dari detikcom.
Nusron menegaskan revisi aturan tersebut telah selesai tahap harmonisasi dan hanya menunggu pengesahan Presiden. Nantinya, tanah yang masuk kategori telantar akan menjadi objek reforma agraria dan bisa didistribusikan kepada masyarakat melalui Bank Tanah.
Ia menjelaskan, tanah telantar mencakup tanah dengan status hak guna usaha (HGU), hak guna bangunan (HGB), maupun hak konsesi yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun. “Kalau dua tahun tidak diapa-apakan, negara berhak mengevaluasi dan mencatatkan sebagai tanah telantar. Selanjutnya dapat diredistribusikan untuk rakyat,” ucapnya.
Sebelumnya, prosedur penetapan tanah telantar membutuhkan tahapan panjang, mulai dari pemberitahuan kepada pemilik lahan, surat peringatan pertama hingga ketiga, hingga pencatatan resmi. Namun, proses itu kerap menimbulkan protes dari pemilik tanah.
Nusron menegaskan bahwa dalam hukum agraria, hak atas tanah sejatinya adalah pemberian negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (UUPA). “Tidak ada yang benar-benar memiliki tanah di Indonesia, yang ada hanya hak menguasai dari negara,” katanya.
Meski menuai protes, Nusron menyebut langkah ini sejalan dengan agenda reforma agraria pemerintah. Ia menegaskan kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mencegah praktik spekulasi tanah dan memastikan pemanfaatan lahan bagi kepentingan masyarakat luas.
Kebijakan percepatan penetapan tanah telantar ini sekaligus menjadi tindak lanjut dari mandat Presiden agar redistribusi tanah dapat mendukung pemerataan ekonomi nasional.[]