KabarAktual.id – Lembaga Pemantau Penyelenggara Aparatur Negara (LP2A), Dr. Samsuar, mengultimatum Polda Aceh untuk tidak mengulur-ulur waktu dalam mengusut skandal proyek wastafel Dinas Pendidikan. Penegak hukum daerah ini didesak secepatnya menangkap aktor intelektual kasus tersebut.
Samsuar mengatakan, kalau memang Polda Aceh tidak mampu membongkar dalang utama kasus ini, pihaknya akan meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk turun ke Aceh. “Lebih baik diambil alih KPK kalau aparat penegak hukum di Aceh ragu menindak aktor besar,” ujarnya di Banda Aceh, Kamis (11/9/2025).
Menurut dia, penegakan hukum atas kasus korupsi proyek wastafel Disdik Aceh jangan tebang pilih. Hukum harus ditegakkan secara adil tanpa melihat kedudukan atau jabatan.
Baca juga: “Asbabunnuzul” Proyek Wastafel (1): TENDANGAN DI TENGAH MALAM BUTA
Ketua LP2A menegaskan, penahanan tersangka tidak boleh berhenti di level pelaksana teknis. Polda Aceh harus berani membongkar aktor intelektual yang mengatur lahirnya anggaran, mengendalikan proyek, yang diduga mendapat keuntungan terbesar dari kasus tersebut. “Mustahil proyek miliaran rupiah berjalan tanpa restu aktor besar. Publik menunggu siapa otak intelektualnya,” tegas Dr. Samsuar.
Ia juga mendesak Kapolda Aceh menelusuri sejak awal proses penganggaran dan potensi intervensi politik dalam proyek itu. “Kalau hanya berhenti pada operator lapangan, artinya Polda Aceh tidak serius. Pertanyaan utamanya adalah: siapa yang melahirkan anggaran dan mengatur jalannya proyek?” tanya Samsuar.
Baca juga: “Asbabunnuzul” Proyek Wastafel (2): KETIKA KADIS DIUSIR DARI RUANG RAPAT
Ia menekankan pentingnya transparansi dalam penegakan hukum agar publik percaya aparat tidak tebang pilih. “Jangan ada kesan kasus ini dipangkas hanya untuk melindungi pihak tertentu. Saya tegaskan, tidak boleh ada aktor kebal hukum di Aceh,” katanya.
Seperti diketahui, Polda Aceh baru saja melakukan penahanan terhadap tersangka baru proyek wastafel, yaitu Syifak Muham Yus. Kontraktor yang menguasai 159 paket proyek itu akan menjalani masa penahanan awal selama 20 hari di Rutan Polda Aceh. Kasus wastafel ini sebelumnya mencuat karena dugaan mark-up harga dan penyimpangan prosedur dengan kerugian negara mencapai Rp 7,2 miliar.[]