RAKYAT Aceh kembali disuguhi kabar bahwa pejabat tinggi pratama pemerintah Aceh akan mengikuti uji kompetensi dan evaluasi. Sekilas berita ini tampak memberi harapan baru—bahwa pejabat benar-benar akan diuji kapasitasnya, bukan hanya dipilih karena kedekatan politik atau garis partai.
Namun, persoalannya: apakah uji kompetensi ini sungguh-sungguh serius, atau sekadar lelucon birokrasi yang membuat rakyat larut dalam sandiwara politik?
Rakyat Aceh masih ingat, di masa gubernur-gubernur sebelumnya, berbagai evaluasi pejabat sering dilakukan secara tertutup, tanpa transparansi. Hasilnya tidak pernah jelas, publik hanya diberi informasi sepotong-sepotong. Padahal yang diuji adalah mereka yang menggunakan uang rakyat, bekerja atas nama rakyat, dan seharusnya dipertanggungjawabkan kepada rakyat.
Baca juga: Syaridin Dievaluasi, 26 Eselon II Lainnya Ikut Ujikom
Jika kali ini uji kompetensi hanya berlangsung di balik pintu, maka sama saja dengan panggung lama dalam kemasan baru. Rakyat hanya dijadikan penonton, bukan pemilik suara.
Bukan Tumbal, Bukan Kambing Hitam
Lebih parah lagi, jangan sampai ada pejabat yang dijadikan tumbal atau kambing hitam hanya untuk menutupi kelemahan gubernur. Uji kompetensi tidak boleh menjadi trik politik untuk melempar tanggung jawab. Gubernur Aceh, siapapun dia, tetaplah orang pertama yang harus bertanggung jawab atas bobroknya birokrasi.
Membuang satu-dua pejabat tanpa perubahan sistem hanya akan melahirkan wajah-wajah baru dengan pola lama.
Baca juga: Intat Linto JPT
Jika benar uji kompetensi ini dilakukan dengan terbuka, profesional, dan melibatkan publik, maka inilah saatnya rakyat menagih transparansi. Setiap nama pejabat yang diuji, hasilnya harus diumumkan. Publik berhak tahu apakah mereka lulus karena kompetensi atau karena kedekatan?
Baca juga: Sesuai Prediksi, Enam “Putra Mahkota” Diusulkan ke Mendagri untuk Dilantik Jadi Eselon II
Aceh butuh pejabat yang mumpuni, bukan sekadar pengisi jabatan. Uji kompetensi harus menjadi pintu masuk perubahan, bukan hiburan sesaat untuk meredam kritik rakyat.[]
Tarmidinsyah Abubakar adalah Co. Presidium Global Aceh Awakening (GAA), wadah perjuangan rakyat untuk membongkar sistem feodal yang membelenggu dan menegakkan demokrasi sejati di Aceh.