Hotman Paris Sebut Kasus Nadiem Mirip dengan Tom Lembong

Tom Lembong dan Nadiem Makarim (foto: repro)

KabarAktual.id – Pengacara Hotman Paris menyatakan kasus yang menjerat mantan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim memiliki kemiripan dengan perkara yang pernah dialami mantan Menteri Perdagangan Thomas Trikasih Lembong. Keduanya disebut tidak terbukti menerima aliran dana.

Menurut Hotman, penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung tidak menemukan bukti adanya uang yang masuk ke rekening Nadiem. “Nasib Nadiem sama dengan Lembong. Tidak ada satu rupiah pun yang ditemukan jaksa masuk ke kantong Nadiem,” ujar Hotman kepada wartawan, Kamis (4/9/2025).

Baca juga: Meski tak Terima Uang, Tom Lembong Tetap Divonis 4,5 Tahun Penjara dalam Kasus Impor Gula

Hotman menambahkan, dalam kasus pengadaan laptop di Kemendikbudristek, muncul spekulasi terkait investasi Google di Gojek yang didirikan Nadiem. Namun, ia menegaskan bahwa investasi tersebut murni bersifat bisnis. Google, kata dia, adalah perusahaan raksasa dunia. Tidak mungkin melakukan sogok-menyogok. “Investasi di Gojek sudah dilakukan jauh sebelum Nadiem menjadi menteri, dan nilainya sesuai harga pasar,” tegasnya.

Pengacara Hotman Paris (foto: Warta Kota)

Sebelumnya, Kejagung menetapkan Nadiem Makarim sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Program Digitalisasi Pendidikan periode 2019–2022. Dalam program ini, Kemendikbudristek mengadakan 1,2 juta unit laptop dengan total anggaran Rp9,3 triliun.

Laptop tersebut menggunakan sistem operasi Chrome (Chromebook) yang dinilai tidak efektif untuk sekolah di daerah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) karena keterbatasan akses internet.

Baca juga: Nadiem Makarim, Mendikbudristek Era Jokowi, Tersangka Korupsi Pengadaan Chromebook

Selain Nadiem, empat orang turut ditetapkan sebagai tersangka, yaitu:

Mulyatsyah, Direktur SMP Kemendikbudristek 2020–2021,

Sri Wahyuningsih, Direktur SD Kemendikbudristek 2020–2021,

Jurist Tan, mantan Staf Khusus Mendikbudristek,

Ibrahim Arief, mantan Konsultan Teknologi Kemendikbudristek.

Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), negara diduga mengalami kerugian Rp1,98 triliun, terdiri dari kerugian akibat pengadaan perangkat lunak (CDM) sebesar Rp480 miliar serta mark-up harga laptop sebesar Rp 1,5 triliun.

Juru Bicara Kejagung, Ketut Sumedana, menegaskan penetapan tersangka dilakukan setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup. “Penyidikan ini dilakukan secara profesional dan transparan. Siapa pun yang terlibat, sepanjang ada bukti, akan dimintai pertanggungjawaban,” katanya.

Sementara itu, pakar hukum pidana Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, menilai penegak hukum harus berhati-hati dalam membuktikan keterlibatan seorang menteri. “Kasus seperti ini rawan dimaknai sebagai kriminalisasi jika tidak ada bukti kuat adanya aliran dana atau keterlibatan langsung. Proses pembuktian di pengadilan akan menjadi kunci,” ujarnya.

Kasus ini mendapat sorotan luas publik karena Nadiem sebelumnya dikenal sebagai salah satu menteri muda andalan Presiden Joko Widodo dengan latar belakang sukses membangun startup teknologi. Sejumlah pihak menilai penyelesaian perkara ini akan menjadi ujian serius bagi integritas aparat penegak hukum, sekaligus memberi pesan penting terkait akuntabilitas penggunaan anggaran pendidikan.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *