ISTILAH Termul merupakan singkatan dari Ternak Mulyono, yang dipakai sebagai sebutan bagi kelompok yang loyal terhadap Joko Widodo (Jokowi). Sebutan ini memiliki kemiripan dengan istilah “loyalis Jokowi”.
Fenomena Termul mencerminkan pembelahan sosial yang muncul pasca kontestasi pilpres, serupa dengan istilah “cebong” dan “kampret” yang sempat viral. Cebong adalah julukan bagi pendukung Jokowi (terinspirasi hobinya memelihara katak/tadpole), sedangkan kampret, merujuk pada pendukung Prabowo, berasal dari plesetan akronim Koalisi Merah Putih (KMP).
Menurut penelitian SMRC, penggunaan label seperti ini berpotensi memecah-belah bangsa. Seiring waktu, fragmentasi sosial akan sulit dipulihkan. Pembelahan kultural berdasarkan stereotip politik semakin memperdalam polarisasi, bahkan ketika kampanye telah selesai.
Baca juga: Jokowi Adalah (bukan) Kita?
Beberapa tokoh negara menyerukan penghentian istilah-istilah polarisatif ini. Ma’ruf Amin, saat itu, meminta agar “cebong” dan “kampret” dikubur dan tidak terus diulang. Demikian pula, Kapolri menyatakan harapan bahwa Pemilu 2024 tidak mengulangi polarisasi semacam itu.
Motif
Setelah lengser, Jokowi diduga berusaha tetap eksis melalui pembentukan istilah seperti Termul. Dugaan ini beragam:
1. Validasi Sosial dan Eksistensi
Sebagaimana muncul dalam praktik politik modern, eksistensi tokoh sering dipelihara oleh loyalis yang membentuk identitas sosial kelompok.
2. Menutupi Isu Personal
Dugaan bahwa pembentukan loyalis seperti Termul dapat berfungsi sebagai strategi defensif, misalnya untuk menyelamatkan isu seperti ijazah palsu—walaupun klaim ini memerlukan bukti lebih konkrit untuk bisa diverifikasi.
3. Persiapan Politik Keluarga
Tuduhan bahwa loyalis ini dibentuk untuk mengokohkan pengaruh politik guna mendukung generasi politik keluarga Jokowi (anak-anaknya) ke kursi presiden hingga sejauh ini belum ada bukti kuat dalam domain publik.
Siklus Polarisasi
Fenomena Termul sejalan dengan emosi pasca kontestasi politik yang menjadikan loyalitas pendukung sebagai bentuk identitas kolektif—berupa stereotip sosial bukan ideologi politik murni. Narasi ini sering menyusup ke ranah online dan diskursus publik, mempertegas pembelahan.
Beberapa Termul:
1. Jokowi Mania (Joman)
Relawan yang dipimpin Immanuel Ebenezer (Noel). Terbentuk sejak Pilpres 2014, Joman termasuk kelompok relawan paling vokal membela Jokowi.
Karakteristik:
Selalu tampil di ruang publik membela Jokowi dari kritik.
Memiliki struktur organisasi yang jelas dan basis relawan di berbagai daerah.
Noel sendiri kerap menyebut Joman sebagai “barisan setia Jokowi”.
Kaitan dengan Termul:
Karena tingkat kesetiaan yang sangat tinggi, Joman sering dipersepsikan publik sebagai bagian dari “Termul”—yakni relawan yang berubah menjadi loyalis tanpa kritik.
2. Laskar Merah Putih (LMP)
Profil: LMP adalah ormas besar yang awalnya berdiri dengan semangat nasionalisme dan bela negara.
Kedekatan dengan Jokowi:
Pada Pilpres 2014 dan 2019, sebagian besar faksi LMP menyatakan dukungan terbuka ke Jokowi.
Mereka sering hadir dalam aksi-aksi massa mendukung program Jokowi, termasuk melawan demonstrasi oposisi.
Kaitan dengan Termul:
Walau bukan murni relawan yang lahir karena Jokowi (karena LMP sudah ada sebelumnya), dalam praktik politik LMP menjadi “tameng jalanan” bagi kepentingan Jokowi. Dalam hal ini, mereka pun bisa dikategorikan publik sebagai bagian dari fenomena Termul.[]