KabarAktual.id – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Zulfadhli, melontarkan pernyataan yang terkesan provokatif saat menerima pengunjuk rasa, Senin (1/9/2025). “Pisah aja Aceh dengan Pusat (Indonesia),” ujarnya di depan Gedung DPR Aceh.
Zulfadhli melontarkan pernyataan itu dalam kalimat tanya sebagai tambahan poin tuntutan yang menjadi aspirasi para pendemo. Para mahasiswa dan elemen sipil lainnya menyampaikan tujuh tuntutan dalam pernyataan sikap.
Setelah selesai membacakan seluruh tuntutan peserta aksi, politisi Partai Aceh itu melemparkan pertanyaan kepada massa pengunjuk rasa. “Apa perlu minta poin satu lagi? Pisah aja Aceh dengan Pusat,” ujar Zulfadhli.
Baca juga: Demo Menjalar ke Daerah-daerah, Korban Berjatuhan
Saat dikonfirmasi kembali oleh awak media terkait pernyataannya, Zulfadhli hanya memberikan jawaban singkat. “Sudah, sudah ya. Seperti yang di depan tadi. Sudah ditandatangani,” ujarnya.
Berikut tuntutan peserta demo di Banda Aceh:
- Reformasi total DPR RI dan DPR Aceh: Tuntutan ini mencakup penghapusan budaya korup, perbaikan fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan, serta penolakan terhadap wakil rakyat yang dianggap anti-demokrasi dan pro oligarki.
- Reformasi Polri: Massa aksi menuntut penghentian tindakan represif, penegakan hukum yang adil dan profesional, serta pemecatan aparat yang terlibat dalam pelanggaran HAM.
- Penuntasan pelanggaran HAM: Tuntutan ini menyoroti Tragedi 1998, kasus-kasus di Aceh, dan pelanggaran HAM terkini, serta menuntut keadilan bagi korban dan jaminan hak asasi manusia.
- Penolakan pembangunan batalyon di Aceh: Massa berargumen bahwa pembangunan batalyon teritorial bukan solusi bagi persoalan Aceh dan dapat menimbulkan trauma masa lalu. Mereka juga meminta penghormatan terhadap semangat perdamaian MoU Helsinki.
- Evaluasi menyeluruh terhadap tambang di Aceh: Tuntutan ini menyerukan penghentian eksploitasi sumber daya alam yang merusak, audit izin tambang, serta pelibatan masyarakat adat dan lokal.
- Pembebasan aktivis: Massa meminta pembebasan tanpa syarat bagi aktivis yang ditangkap dan penghentian kriminalisasi terhadap para pejuang keadilan.
- Transparansi Dana Otonomi Khusus (Otsus) Aceh: Tuntutan terakhir adalah publikasi laporan penggunaan dana Otsus dan penuntasan kasus korupsi dalam pengelolaannya.
Zulfadhli menyatakan setuju terhadap penolakan pembangunan lima batalyon di Aceh. Alasannya, karena hal itu bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). “Tolak pembangunan Batalyon di Aceh. Ini bertentangan dengan UUPA,” tegasnya.
Terkait dengan tuntutan evaluasi terhadap tambang, Zulfadhli menyatakan komitmen untuk menindaklanjutinya dengan membahas permasalahan tersebut dalam rapat paripurna DPR Aceh.[]