News  

Pungli Rp 11 Miliar di Madrasah Banda Aceh Kolaborasi Antara Kepsek, Ketua Komite, dan Panitia PPDBM

Ilustrasi (foto: KabarAktual.id/ChatGPT)

KabarAktual.id – Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Aceh menemukan adanya praktik pungutan liar dalam proses daftar ulang Penerimaan Peserta Didik Baru Madrasah (PPDBM) Tahun 2025 di Kota Banda Aceh. Total pungutan diperkirakan mencapai Rp 11 miliar, berdasarkan hasil pemeriksaan atas laporan masyarakat.

Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan Laporan Ombudsman Aceh, Ayu Parmawati Putri, menyampaikan temuan tersebut melalui RRI Banda Aceh, Rabu (21/8/2025). Dari 18 yang diperiksa, sebanyak 12 madrasah terbukti melakukan pungutan di luar ketentuan.

Menurut Ayu, pungutan tersebut melibatkan kepala madrasah, ketua komite, serta panitia pelaksana PPDBM. “Hal ini jelas menunjukkan adanya ketidakpatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Untuk memastikan kerugian masyarakat, perlu dilakukan audit lebih lanjut oleh lembaga berwenang,” ujarnya.

Baca juga: Pungli TST

Pungutan yang ditemukan mencakup biaya daftar ulang, dana sarana dan prasarana (seperti pembangunan musala, pagar, kamar mandi, parkir, penimbunan, plang nama, hingga renovasi ruang kepala madrasah dan laboratorium komputer), uang perpisahan, serta pembelian seragam dan atribut. Ombudsman juga menemukan bahwa pengadaan seragam tidak melalui koperasi sekolah, melainkan pihak ketiga dengan harga lebih tinggi dibanding harga pasar.

Ayu Parmawati Putri (foto: Ist)

Ayu menegaskan, pungutan tersebut tidak bisa disebut “sumbangan”. “Sumbangan bersifat sukarela tanpa penentuan jumlah dan waktu. Sementara pungutan yang kami temukan ditetapkan nominalnya, memiliki batas waktu, bahkan dijadikan syarat daftar ulang,” jelasnya.

Baca juga: Pungli PPDB; Potret Kegagalan Negara Memenuhi Hak Pendidikan

Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai praktik pungutan liar di sekolah dan madrasah terjadi berulang setiap tahun. Ia menekankan bahwa pungutan seperti ini berpotensi menghalangi akses pendidikan bagi anak dari keluarga kurang mampu. “Negara seharusnya memberi ruang agar mereka bisa bersekolah tanpa hambatan biaya masuk,” katanya.

Sementara itu, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Banda Aceh, H. Salman, menyatakan pihaknya belum pernah menghitung nilai pungutan sebagaimana temuan Ombudsman. Menurutnya, selama ini komite bertanggung jawab langsung kepada wali murid, dan jumlah pungutan berbeda di tiap madrasah. Namun, Kemenag sudah mengeluarkan surat imbauan agar pungutan dikembalikan serta mencari pola bantuan kegiatan yang tidak dikaitkan dengan daftar ulang.

Tindak Lanjut

Ombudsman menegaskan pengawasan tidak hanya dilakukan pada madrasah, tetapi juga sekolah di bawah Dinas Pendidikan yang kini sedang diperiksa. Terkait tindak lanjut, Ayu menjelaskan bahwa rekomendasi menjadi kewenangan Ombudsman RI Pusat. Jika tidak ada perbaikan dalam batas waktu tertentu, laporan akan naik ke tahap Resolusi Monitoring hingga keluarnya rekomendasi pusat.

Ayu menutup dengan peringatan bahwa praktik pungutan liar dapat menimbulkan ketidakpastian hukum, menurunkan kepercayaan publik, serta menghambat pemerataan kualitas pendidikan. “Pendidikan adalah hak dasar setiap anak. Menjadikan pendidikan Aceh bebas pungutan adalah wujud cita-cita Aceh Mulia,” tegasnya.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *