Kasus Korupsi Kuota Haji Naik Penyidikan, Pemberi Perintah Berpotensi Jadi Tersangka

KabarAktual.id – Setelah memeriksa mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Kamis (7/8/2025), KPK langsung menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) atas kasus kuota haji keesokan harinya. Peningkatan status pemeriksaan disampaikan Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Sabtu (9/8/2025).

Dipantau dari YouTube KPK, Asep menjelaskan bahwa penyelidikan fokus pada penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji p tahun 2023 sampai 2024. Asep menyebut KPK telah menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana korupsi dalam perkara ini.

Dalam penyelidikan perkara ini, sambungnya, KPK menerbitkan sprindik (Surat Perintah Penyidikan) umum dengan pengenaan Pasal 2 ayat 1 dan/atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. 

Asep juga mengungkapkan potensi tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota haji ini. Potensi tersangka berkaitan dengan alur perintah dan aliran dana. “Jadi terkait dengan siapa yang memberikan perintah terhadap pembagian kuota yang tidak sesuai dengan aturan ini,” ucapnya.

Kemudian, juga dilihat dari aliran dana, siapa pihak-pihak yang menerima aliran dana yang dikaitkan dengan penambahan kuota tersebut. Kerugian negara dalam kasus ini, kata Asep, masih dihitung. 

Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas saat memenuhi panggilan KPK (foto: Kompas.com)

Menurut dia, penghitungannya nanti dari jumlah tadi yang seharusnya menjadi kuota reguler, kemudian menjadi kuota khusus. “Itu hasil komunikasi dengan pihak Badan Pemeriksa Keuangan,” katanya. 

Dalam konferensi pers di Gedung KPK, Rabu (6/8/2025) lalu, Asep menjelaskan pembagian kuota haji tambahan sebesar 20 ribu seharusnya diterapkan sesuai undang-undang. 

Asep menyinggung Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 yang mengatur tentang kuota haji. Dalam pasal tersebut disebutkan kuota haji khusus adalah 8 persen dan kuota haji reguler 92 persen. 

“Nah, seharusnya yang 20.000 tadi, kuota tambahan itu, juga ikut dengan pembagian tadi, dengan aturan yang ada di perundang-undangan, yang 92 persen (reguler) dengan 8 persen (khusus). Tetapi kemudian ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu,” paparnya.

Asep mengatakan, yang terjadi justru kuota tambahan itu dibagi dua, 10.000 untuk reguler dan 10.000 lagi untuk kuota khusus. “Itu menyalahi aturan yang ada dan ini menimbulkan jumlah kuota untuk khusus menjadi bertambah dan jumlah untuk reguler menjadi berkurang,” tuturnya.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *