News  

Kuliner Ekstrem Belalang dan Ulat Jadi Menu MBG, Warga Sebut Malah Sangat Mahal

Ilustrasi kuliner ekstrem belalang (foto: Instagram/dnv_cake_n_bakery)

KabarAktual.id – Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hindayana mewacanakan, belalang dan ulat sebagai menu Makan Bergizi Gratis (MBG) untuk daerah tertentu. Beberapa jenis serangga itu disebutnya layak untuk dikonsumsi.

Menurut warga Gunugkidul Yogyakarta, dengan budget MBG Rp 10 ribu per anak, wacana tersebut sangat tidak realistis. Harga belalang,  disebut, lebih mahal dari daging ayam dan sapi. 

Dana mewacanakan belalang dan ulat sebagai menu MGB karena mendapatkan informasi, bahwa warga Gunung Kidul, Yogyakarta, biasa mengkonsumsi belalang. Masyarakat Papua biasa makan ulat sagu. “Ini membuka peluang menjadikan serangga hingga ulat sagu sebagai menu MBG,” kata Dadan di Hotel Bidakara, Jakarta Selatan, Sabtu 25 Januari 2025.

Wacana menjadikan belalang dan ulat menjadi menu MBG membuat warga Gunungkidul tertawa. Ide itu, dinilai, tak realistis mengingat harga kedua jenis serangga itu sangat mahal. 

Seorang warga Gunungkidul, Hendra Ary, meragukan wacana tersebut bisa direalisasikan. Karena harga belalang dan ulat di Gunungkidul bisa lebih mahal dari daging ayam ataupun sapi. 
Dia menilai, wacana tersebut ngawur tanpa melihat realitas di lapangan. “Wong belalang aja kayak emas harganya, kok mau dipakai untuk makan dengan anggaran Rp 10 ribu,” tutur warga Kapanewon Wonosari ini, Senin (27/1/2025). 

Dia menyebut harga belalang di Gunungkidul cukup mahal. Harga 1 toples yang sudah dimasak bisa mencapai Rp 35 ribu. Padahal hanya berisi maksimal 15 ekor belalang. Demikian juga harga ulat seperti ulat jati harganya terkadang sudah tidak realistis. 

Hal senada diungkapkan warga Paliyan, Hendro Ary. Selain harga kedua jenis serangga sangat mahal, dikatakan, tidak semua belalang dan ulat bisa dikonsumsi.  

Belalang dan ulat yang biasa dijual dan dikonsumsi di Gunungkidul sudah sulit ditemukan. “Kalau ulat itu musiman. Kalau belalang ya sudah sulit menemukannya, wong kita saja sering mendatangkan belalang dari luar daerah,” tutur dia. 

Seorang pengusaha belalang dan ulat goreng asal Kalurahan Ngawen Kapanewon Ngawen Gunungkidul, Sri Hawa, hanya tersenyum sinis mendengar rencana kepala BGN itu. Dia yang belasan tahun berkecimpung dalam bisnis kuliner ekstrim itu menilai wacana tersebut sebagai hal yang mengada-ada. “Wong katanya anggarane cuma Rp 10 ribu. Kok mau lauk belalang apa ulat, yo angel (susah),” kata dia. 

Dia mengatakan, harga belalang sama ulat itu sudah sangat mahal. Yang masih ada sayap, harganya mencapai Rp 190 per kilogramnya. Kalau yang sudah dimasak mencapai Rp 400 ribu. 

Karena mahal, kata dia, sangat jarang warga Gunungkidul yang mengkonsumsinya dengan cara membeli terlebih dahulu. Biasanya warga Gunungkidul akan mengkonsumsi belalang dengan cara berburu terlebih dahulu.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *