“Panen” Mundur

Ilustrasi (foto: inet)

ENTAH faktor kebetulan atau memang sudah demikian adanya. Suhu politik dan iklim birokrasi di Kabupaten Gayo Lues (Galus), Aceh, tiba-tiba berubah panas selama setahun terakhir. Padahal posisi daerah ini berada 1000-2000 meter di atas permukaan laut. Harusnya dingin seperti Aceh Tengah, tetangganya.

Durasi waktu satu tahun kebetulan pula berbarengan dengan masa kepemimpinan Pj bupati setempat, Alhudri. Kepala Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh itu dipercayakan oleh Pusat untuk memimpin Galus sejak 24 Maret 2022.

Sebelum berhasil mendapatkan jabatan Pj Bupati Galus, Alhudri yang mantan camat di Aceh Tengah, ini pernah gagal “pulang kampung” untuk menjadi orang nomor satu di sana. Berbagai elemen menolaknya. Sampai-sampai sebuah LSM di Takengon mengait-ngaitkan penolakan itu dengan pemanggilan Alhudri, sebelum-sebelumnya, oleh KPK.

Alhudri akhirnya menambatkan harapan di Galus, Negeri Seribu Bukit. Beda dengan Aceh Tengah yang sejak awal menolak, di Galus belum sempat terjadi gejolak. Sehingga, terlihat adem di saat-saat awal dia menjabat.

Suasana panas mulai terasa, justeru, menjelang akan berakhir masa jabatan tahun pertama Alhudri sebagai Pj bupati. Sempat muncul penilaian dari tokoh agama setempat yang menyebut Alhudri tidak mampu membangun komunikasi dengan ulama dan tokoh masyarakat. Bahkan ada yang menilainya sombong dan arogan. 

Kemudian, sempat pula, beredar rumor soal teror dan intimidasi. Orang dekat Alhudri, disebut, membawa-bawa nama institusi BIN lalu mengirimkan pesan menakut-nakuti para pejabat setempat.

Ketua LSM Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Aceh, Tengku Samsir Ali, dengan berani menyebut Alhudri sebagai biang kerok. “Dia hanya bikin gaduh di Gayo Lues,” kecam Tengku Samsir Ali seperti ditulis media.

Kegaduhan terbaru adalah mundurnya sejumlah pejabat. Kepala Kesbangpol Galus, Muhammad Noh, berhenti dari jabatan, Jumat (16/2/2024). Pejabat ini membuat pernyataan di atas kertas bermaterai, bahwa dia mundur karena takut tidak bisa memenuhi harapan Pj bupati dalam bekerja. 

Setelah ditelusuri, ternyata Muhammad Noh tidak sendiri. Ada pejabat lain yang bekerja di bawah “manajemen Alhudri” yang melakukan hal yang sama. Sebelumnya, ada direktur PDAM dan seorang kepala sekolah, juga mundur.

Tidak hanya di Galus. Di lingkungan Disdik Aceh, juga demikian. Kepala SMK Penerbangan yang terletak di Blangbintang juga mundur. Kejadiannya lebih terasa ganjil. Sang kepsek diminta menandatangani surat pengunduran diri pukul 12 tengah malam.

Pesan apa yang bisa ditangkap dari “panen” mundur di lingkungan kekuasaan Alhudri? Fenomena itu memberi makna, bahwa banyak sekali pejabat atau figur yang tidak becus bekerja. Apa benar?

Kalau demikian, tentu harus dicari lagi sosok yang lebih bagus untuk mengisi kekosongan. Ya, ujung-ujungnya perlu mutasi. Kalau nanti juga dirasa tidak cocok, mundur lagi, mutasi lagi. Benarkah demikian? Wallahu ‘alam.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *