ADA yang mengatakan, Al Hudri atau Alhudri yang saat ini memimpin Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh itu hebat. Salah satu bukti “hebat”, dia mampu bertahan menjadi seorang kepala SKPA (dinas) yang menjabat dalam waktu sangat lama.
Seorang elit birokrasi Aceh pernah berseloroh untuk menggambarkan kehebatan Hudri. Orang ini mengutip ungkapan: setiap orang ada masanya dan setiap masa ada orangnya. “Kalau Al Hudri berkuasa sepanjang masa,” ucap pejabat ini.
Sebenarnya bukan itu variabel kehebatan sosok ini. Ada lain yang lebih hebat. Dia mampu “menaklukkan” setiap pemimpin Aceh. Ketika Aceh dipimpin bekas GAM, dia bisa mendapatkan jabatan. Begitu bertukar orang lain, dia juga aman. Itu kehebatan pertama.
Kalau kemudian ketika masa kepemimpinan Gubernur Nova Iriansyah, dia tetap dalam jabatan, bahkan tambah empuk, itu sangat tidak aneh. Tidak termasuk hebat. Karena, mereka berasal dari satu daerah yang sama. Kehebatannya yang kedua adalah dia bisa memimpin Disdik tanpa melalui proses seleksi atau fit and proper tes.
Seperti tercatat dalam rekam jejak digital, waktu itu, dia digeser dari Dinas Sosial setelah Nova menonjobkan Kadis yang sedang menjabat, Rahmat Fitri, di tengah jalan. Padahal Rahmat yang juga tidak punya kapasitas memimpin Disdik merupakan “putra mahkota” yang disiapkan sejoli Nova-Taqwa untuk “mengurus” Disdik.
Tidak diketahui pasti apa misi terselubung mereka mengutus Rahmat. Yang pasti, mantan Wabup Aceh Barat tersebut didepak tidak lama setelah itu.
Meski sama-sama bukan “orang pendidikan”, kepemimpinan Rahmat Fitri di Disdik dinilai lebih mengayomi. Nyaris tidak ada konflik dan penindasan dirasakan oleh staf. Beda 180 derajat dengan Alhudri.
Inilah kehebatan Alhudri berikutnya. Meskipun muncul penilaian negatif banyak pihak soal penyelenggaraan pendidikan, dia tetap dapat kepercayaan. Tidak hanya aman di Disdik, dia diberi lagi jabatan tambahan sebagai Pj bupati di masa kepemimpinan Achmad Marzuki Pj gubernur. Padahal, DPRA sejak awal sudah menyampaikan rekomendasi kepada Achmad Marzuki agar mengganti orang ini.
Di situlah kehebatan seorang Alhudri. Rekomendasi lembaga Dewan yang terhormat bisa lumat tak berdaya. Rontok, hilang begitu saja, ibarat angin lalu.
Mungkin ini kehebatan juga. Belakangan terungkap, Alhudri merekrut ratusan tenaga honorer tahun 2023 dengan latar belakang pendidikan macam-macam. Kata seorang akademisi, SDM yang direkrut itu — antara lain S2 kenotariatan, perbankan, perhotelan, kebidanan, dll — tidak punya relevansi dengan tupoksi Disdik.
Di antara para honorer ada yang dapat perlakuan istimewa: tidak perlu masuk kantor, tapi gaji tetap jalan. Dari penelusuran media ini, beberapa honorer itu ditugaskan sebagai buzzer. Bahkan ada yang kerjanya mengorganisir aksi demo.
Salah satu aksi demo yang tercatat sebagai prestasi membanggakan sang buzzer adalah unjuk rasa tandingan dengan isu menentang pencopotan Alhudri dari jabatan kepala dinas tanggal 13 Desember 2022. Honorer tersebut mempunyai nomor register 021202104828. Itu nomor resmi yang sudah mendapatkan persetujuan Pj Gubernur Aceh.
Mungkin publik bertanya dalam hati, pelanggaran hukum di SKPA lain cepat mendapat perhatian, seperti kasus SPPD fiktif di Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh, kenapa instansi ini tidak? Padahal jumlah biaya perjalanan dinas yang dipermasalahkan di KKR ada yang cuma Rp 8 juta.
Tidak usah heran. Itulah kehebatan seorang Al Hudri. Dia mampu meluluhkan hati seorang atasan. Kalau ada sorotan soal mutu pendidikan, itu urusan lain. Tidak terlalu penting. Toh, tanpa Kadis pun pendidikan tetap berjalan.[]