Foya-foya Setengah Miliar Ala Disdik Aceh

Foya-foya menghamburkan APBA ala Disdik Aceh (foto: Ist)

ANGKA kemiskinan, pengangguran, dan stunting yang tinggi sepertinya tidak menjadi keprihatinan Pemerintah Aceh. Mereka seperti kehilangan empati.

Begitu banyak rakyat Aceh di kampung-kampung yang masih menghuni gubuk reot dan makan senin-kamis, seperti luput dari perhatian. Masih ada anak yatim dan fakir-miskin yang belum tercukupi sandang-pangannya akibat kesulitan mengakses sumber ekonomi. Lapangan kerja yang sulit dan ketimpangan antarwilayah menyudutkan mereka. 

Tapi, fenomena yang menggambarkan kesulitan hidup warga seperti tak pernah diketahui oleh pemimpin dan elit daerah ini. Mereka tetap saja dengan kebiasaan sendiri, berfoya-foya dengan uang rakyat. Sebagai contoh, salah satu SKPA, yakni Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh menghabiskan anggaran daerah hampir setengah miliar hanya untuk acara ngumpul-ngumpul di pantai.

Acara yang dikemas dengan istilah mentereng “Family Gathering/Outbond” Disdik itu menyedot APBA sebesar Rp 498 juta. Acara camping tersebut dilaksanakan di Pantai Leupon Greenlawn, Lampuuk, Aceh Besar, 5-6 Agustus 2023. 
 
Angka Rp 498 juta, mungkin, kecil bagi pejabat Disdik yang mengelola anggaran APBA triliunan rupiah. Mungkin, demikian pula di mata Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dan DPRA yang telah mengesahkan anggaran camping SKPA tersebut.

Tapi, apakah acara foya-foya tersebut cukup penting di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sedang sekarat? Apakah masuk akal alasan yang dipakai sebagai pembenaran oleh pejabat Disdik, bahwa mereka butuh dana ratusan juta untuk merawat kekompakan?

Selain itu, cost Rp 1.660.000 per orang untuk 2 hari juga bukan angka yang kecil. Itu setara dengan biaya penyelenggaraan kegiatan full board di hotel bintang lima. Apakah di Lhoknga ada fasilitas mewah sehingga harus dibayar setara hotel bintang lima?

Menarik juga alasan memelihara kekompakan yang dikemukakan pejabat Disdik. Pertanyaannya, kenapa mereka tidak kompak? Sehingga, untuk memeliharanya dibutuhkan biaya yang mahal sekali, harus menguras APBA hingga setengah miliar? Apa faktor yang menyebabkan mereka tidak kompak, padahal sudah diberi gaji, tunjangan, serta berbagai fasilitas lainnya?

Sangat naif, jika alasan untuk membangun kekompakan harus menguras APBA hingga ratusan juta. Apakah faktor tidak kompak itu yang telah menyebabkan kualitas pendidikan Aceh menurun? 

Mungkin ini waktu yang tepat bagi Pj Gubernur untuk melakukan evaluasi SKPA, untuk menempatkan kembali orang-orang yang tepat di suatu jabatan. Agar, tidak terulang lagi hal yang sia-sia, menguras anggaran yang besar hanya untuk urusan remeh-temeh seperti camping yang sebenarnya merupakan urusan internal masing-masing keluarga.

Kasihan sekali uang rakyat dihambur-hamburkan untuk hal yang sia-sia. Tolonglah, pak Pj gubenur. Anda jangan diam saja! 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *