KabarAktual.id – Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan bahwa pengaturan Hak Atas Tanah (HAT) dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (UU IKN) harus mengikuti mekanisme pemberian, perpanjangan, dan pembaruan sebagaimana praktik pertanahan nasional. Dalam putusan yang dibacakan Kamis (13/11/2025), MK menyatakan sejumlah ketentuan Pasal 16A UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mengikat jika tidak dimaknai sesuai batas waktu yang berlaku.
Ketua MK Suhartoyo membacakan amar Putusan Nomor 185/PUU-XXII/2024 yang menegaskan bahwa skema HGU, HGB, dan Hak Pakai tidak boleh diberikan sekaligus dalam dua siklus sebagaimana diatur UU IKN. MK menetapkan jangka waktu maksimal HGU terdiri dari pemberian paling lama 35 tahun, perpanjangan 25 tahun, dan pembaruan 35 tahun.
Sementara untuk HGB, batasannya adalah 30 tahun untuk pemberian, 20 tahun untuk perpanjangan, dan 30 tahun untuk pembaruan. Ketentuan serupa berlaku untuk Hak Pakai.“Pasal 16A ayat (1) UU IKN bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai sesuai batas waktu pemberian, perpanjangan, dan pembaruan,” kata Suhartoyo dalam sidang yang disiarkan melalui laman MK, Jumat (14/11/2025).
Ia juga menyatakan penjelasan Pasal 16A ayat (1), (2), dan (3) tidak lagi berlaku. Permohonan uji materi ini diajukan oleh Stephanus Febyan Babaro, warga dari suku Dayak, yang mempersoalkan potensi penyalahartian pengaturan HAT di kawasan IKN.
Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih menjelaskan, Pasal 16A UU IKN menimbulkan ambiguitas karena membuka peluang pemberian HGU dalam dua siklus yang jika dijumlahkan mencapai 190 tahun. Pola ini dinilai serupa dengan norma yang telah dibatalkan MK melalui Putusan Nomor 21-22/PUU-V/2007. “Sehingga hal demikian menimbulkan norma yang ambigu yang berpeluang disalahartikan,” ujar Enny.
Menurut dia, skema dua siklus juga berpotensi melemahkan penguasaan negara atas tanah sebagaimana amanat Pasal 33 ayat (3) UUD 1945. Meski perubahan UU IKN bertujuan menciptakan iklim investasi yang kompetitif, Enny menilai aturan khusus yang hanya berlaku di IKN dapat menimbulkan perlakuan berbeda terhadap daerah lain.
MK menegaskan bahwa mekanisme tiga tahapan—pemberian, perpanjangan, dan pembaruan—tetap menjadi rujukan utama. Pemberian hak sekaligus dalam dua siklus tidak sesuai prinsip evaluasi berkala yang wajib dilakukan negara.
Dengan demikian, frasa “siklus pertama” dan “siklus kedua” harus dibatalkan.“Batasan waktu paling lama 95 tahun dapat diperoleh sepanjang memenuhi kriteria dan tahapan evaluasi,” kata Enny.
Dengan adanya tafsir baru ini, penjelasan Pasal 16A ayat (1) otomatis tidak berlaku. Ia menambahkan bahwa rujukan penanaman modal yang relevan tetap merujuk pada UU 25/2007 yang telah dimaknai MK, di mana perpanjangan atau pembaruan hak harus melalui evaluasi penggunaan tanah.
MK menegaskan setiap kemudahan investasi tetap harus sejalan dengan konstitusi dan tidak boleh melemahkan posisi negara dalam penguasaan sumber daya.












