KabarAktual.id — Presiden Amerika Serikat Donald Trump kembali menghidupkan inisiatif diplomatik, Abraham Accords, yang pernah menjadi ciri khas pemerintahannya. Abraham Accords adalah kesepakatan menormalisasi hubungan antara Israel dan negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Dilansir Associated Press, Kamis (6/11/2025), seorang pejabat senior Gedung Putih mengungkapkan bahwa pemerintahan Trump melihat peluang baru setelah tercapainya gencatan senjata di Jalur Gaza. Stabilitas di wilayah tersebut dinilai dapat menjadi pintu masuk untuk memperluas kerja sama diplomatik antara Israel dan negara-negara yang sebelumnya enggan menjalin hubungan resmi.
Trump menilai keberlangsungan gencatan itu sebagai modal politik untuk mendorong kembali agenda luar negerinya, termasuk memperluas Abraham Accords yang pertama kali disepakati bersama Uni Emirat Arab, Bahrain, dan Maroko pada periode pertama kepemimpinannya.
Baca juga: Prabowo Ultimatum Israel di PBB
Dalam lawatannya ke Asia Tenggara, pekan lalu, Trump secara terbuka mengapresiasi sejumlah negara yang berperan menjaga gencatan senjata di Gaza. Nama Presiden Indonesia Prabowo Subianto disebut menonjol dalam daftar tersebut. Trump menilai Prabowo berperan positif dalam proses diplomasi dan menganggap Indonesia sebagai mitra potensial Amerika Serikat di kawasan ini.
Bagi Gedung Putih, mempererat hubungan dengan Indonesia dinilai strategis untuk memperkuat posisi Washington di Asia dan Timur Tengah sekaligus memperluas pengaruh ekonomi AS. Di sisi lain, Prabowo juga menunjukkan ketertarikan untuk memperdalam hubungan strategis dengan Amerika Serikat sejalan dengan ambisi memperkuat profil global Indonesia.
Meski begitu, posisi diplomatik Jakarta tetap tegas: tidak ada normalisasi hubungan dengan Israel sebelum terbentuknya negara Palestina. Namun, sejumlah pengamat menilai gencatan senjata di Gaza dapat membuka ruang diplomasi baru.
Washington disebut telah menyiapkan sejumlah pendekatan untuk melobi Prabowo, mulai dari peningkatan kerja sama ekonomi hingga dukungan bagi rencana keanggotaan Indonesia di Organisasi untuk Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD). Keanggotaan di organisasi beranggotakan 38 negara itu dinilai penting bagi Indonesia untuk memperkuat reputasi internasional dan menarik investasi dari negara-negara maju.
Selain itu, sektor logam tanah jarang juga menjadi topik penting dalam hubungan bilateral kedua negara. Amerika Serikat menaruh perhatian besar pada industri mineral strategis Indonesia, khususnya nikel, di mana Jakarta berambisi menjadi pemain dominan global.
Seorang mantan pejabat Departemen Luar Negeri AS yang pernah menangani diplomasi Israel–Indonesia pada masa pemerintahan Joe Biden menilai gaya diplomasi Trump yang pragmatis dan berorientasi transaksi dapat membuka peluang baru bagi hubungan kedua negara.
Pendekatan transaksional Trump, dinilai, memberi ruang yang sebelumnya tidak tersedia. “Apabila Indonesia menginginkan keuntungan ekonomi atau kerja sama strategis, ini bisa menjadi momen yang tepat,” ucapnya.[]












