KabarAktual.id — Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai kebijakan penghapusan kredit macet bagi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) tidak efektif mempercepat pemulihan sektor pembiayaan. Masa berlaku kebijakan yang hanya enam bulan dinilai terlalu singkat untuk menjangkau jutaan pelaku usaha kecil yang terdampak.
Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar mengatakan, pihaknya telah mengusulkan kepada pemerintah agar kebijakan penghapusan kredit macet UMKM diperpanjang dan disesuaikan dengan kebutuhan lapangan. Usulan itu telah disampaikan ke Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian untuk dibahas bersama Kementerian Keuangan.
OJK, kata dia, sudah menyampaikan kepada pemerintah agar bisa dilakukan peninjauan, diperpanjang, dan disesuaikan. “Karena kalau hanya enam bulan, jelas tidak cukup untuk memulihkan pembiayaan sektor UMKM,” ujar Mahendra di Jakarta Convention Center (JCC) Senayan, Kamis (30/10/2025).
Baca juga: Pemutihan Kredit UMKM Hanya Pencitraan Biar Terkesan Prorakyat?
PP Nomor 47 Tahun 2024 mengatur penghapusan kredit dan piutang macet kepada UMKM di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, kelautan, serta sektor UMKM lainnya. Namun, hingga saat ini baru 67.668 debitur dengan total utang Rp2,7 triliun yang berhasil direstrukturisasi, dari target 1 juta pengusaha kecil.
Mahendra menilai, keterbatasan waktu pemberlakuan PP tersebut menjadi hambatan utama pelaksanaannya di lapangan. “Potensi kebijakan ini besar untuk memperbaiki kualitas pembiayaan, tapi dengan masa berlaku hanya enam bulan, efektivitasnya jelas tidak maksimal,” tegasnya.
Dari data OJK, pertumbuhan kredit UMKM perbankan pada Juli 2025 hanya naik 1,82% (year-on-year) — menunjukkan perlambatan dibandingkan periode sebelumnya. Menurut Mahendra, lemahnya permintaan dan kondisi ekonomi lapisan masyarakat bawah menjadi faktor utama, ditambah masih tingginya sisa kredit macet di bank-bank Himbara dan Bank Pembangunan Daerah (BPD).
Baca juga: Kredit Macet UMKM di Aceh Capai Rp 3,8 Triliun, Nasabah Bank Aceh tidak Dapat Pemutihan
Kondisi kinerja pembiayaan di berbagai bank, terutama Himbara dan BPD, lanjutnya, masih belum pulih. “Maka salah satu langkah yang perlu dilakukan adalah melalui hapus buku dan hapus tagih terhadap debitur bermasalah,” ujarnya.
Sebelumnya, Menteri Koperasi dan UKM Maman Abdurrahman juga mengakui bahwa pelaksanaan kebijakan ini tersendat karena proses restrukturisasi utang yang dinilai lebih mahal dan rumit dibandingkan nilai pinjaman itu sendiri.
Dikatakan, target awal, mereka ingin menghapus tagihan terhadap sekitar satu juta debitur UMKM, tapi sulit terwujud karena harus melalui proses restrukturisasi yang biayanya besar. “Kini melalui revisi UU BUMN, ada dasar hukum baru yang memungkinkan penghapusan tanpa restrukturisasi,” kata Maman dalam konferensi pers di Jakarta Selatan, Rabu (22/10/2025).
Ia menambahkan, Kementerian UMKM akan berkoordinasi dengan Badan Pengaturan BUMN (BP BUMN) dan Danantara untuk menindaklanjuti penghapusan utang yang belum terselesaikan.
Dengan masih lambatnya realisasi program dan singkatnya masa berlaku PP 47/2024, kebijakan penghapusan kredit macet ini dinilai belum mampu menjadi solusi pemulihan efektif bagi sektor UMKM — tulang punggung ekonomi nasional yang kini masih terseok pascapandemi.[]












