KabarAktual.id – Hingga tahun 2020, terdapat kredit macet sektor UMKM, pertanian, perikanan, dan peternakan di Aceh sebesar Rp 3,8 triliun. Pembiayaan perbankan tersebut tidak mendapatkan fasilitas penghapusan piutang macet.
Dalam rekapitulasi data yang dikumpulkan OJK perwakilan Aceh sebagaimana permintaan Redaksi KBA.ONE dilansir Senin (20/10/2025), jumlah kredit macet itu dicatat dengan status “pembiayaan hapus buku perbankan”. Data itu tercatat mulai tahun 2010 hingga 2020 dengan rincian sebagai berikut:
Tahun 2010 dengan nominal Rp 3.037.926.675.000
Tahun 2011 Rp 1.299.256.658.000
Tahun 2012 Rp 1.461.600.275.000
Tahun 2013 Rp 1.741.098.788.000
Tahun 2014 Rp 2.081.439.480.000
Baca juga: Dituding Tutupi Data Kredit Macet, OJK Aceh Terancam Disomasi
Tahun 2015 Rp 2.387.544.072.000
Tahun 2016 Rp 2.774.091.734.000
Tahun 2017 Rp 2.896.642.527.000
Tahun 2018 Rp 3.117.251.179.000
Tahun 2019 Rp 3.345.485.134.000
Tahun 2020 Rp 3.897.673.056.000
Menurut keterangan Humas OJK Aceh, Ferdinan, Senin (20/10/2025), semua pembiayaan yang berstatus hapus buku tersebut merupakan kredit pada seluruh perbankan, baik BUMN maupun non-BUMN. Satu hal yang menjadi penegasan OJK, bahwa hingga pemberian fasilitas penghapusan kredit itu berakhir, tidak ada pengaduan atau keluhan masyarakat terkait penerapan PP No. 47 Tahun 2024 di Aceh. Fasilitas penghapusan kredit itu sendiri berlaku selama enam bulan, yakni sejak 5 November 2024 hingga 5 Mei 2025.
Baca juga: OJK Perkenalkan Bisnis Saham kepada Mahasiswa USK
Dijelaskan, pemutihan kredit macet memiliki sejumlah persyaratan. Bank harus melakukan identifikasi sesuai PP 47/2024, yakni telah melakukan upaya rektrukturisasi dan melakukan upaya penagihan secara optimal. “Penghapusbukuan piutang macet tidak menghapuskan hak tagih pihak Bank kepada debitur,” ujarnya.
Di samping itu, lanjutnya, penghapustagihan kredit macet harus memenuhi kriteria: nilai pokok paling banyak Rp 500 juta, telah dihapusbukukan minimal 5 tahun saat diberlakukan PP 47/2024, serta tidak terdapat agunan kredit atau terdapat agunan kredit namun dalam kondisi tidak memungkinkan untuk dijual atau sudah habis terjual tetapi tidak dapat melunasi pinjaman.
Ferdinan menegaskan, bahwa Bank Aceh dan Bank Syariah swasta yang ada di Aceh tidak termasuk ke dalam kategori Bank BUMN. “Karena itu, debitur pada kedua jenis bank tersebut tidak mendapatkan fasilitas pemutihan kredit seperti diatur PP 47 tahun 2024,” imbuhnya.
Fasilitas pemutihan kredit
Melansir KabarAktual.id, Rabu (15/10/2025), OJK perwakilan Aceh sempat dituding tertutup dan tidak kooperatif dalam memberikan data kredit macet di daerah itu. Sikap ini dianggap merugikan debitur untuk memanfaatkan kebijakan keringanan penghapusan kredit macet yang diberikan pemerintah.
OJK Aceh menerangkan, bahwa setelah berlakunya Qanun Lembaga Keuangan Syariah, semua bank konvenasional tidak ada lagi di Aceh. Oleh karena itu, pengawasan langsung terhadap bank yang ada di Aceh tapi berkantor pusat di luar Aceh dilakukan oleh OJK Pusat. “Maka setiap jawaban atau data yang diberikan harus selaras dengan ketentuan dan kebijakan resmi OJK,” pungkasnya.[]