KabarAktual.id – Mantan Kapolres Tapanuli Selatan (Tapsel) Sumatera Utara, AKBP Yasir Ahmadi, menangis terisak-isak saat diperiksa KPK terkait kasus suap pembangunan jalan di Tapsel tahun 2025. KPK telah menetapkan dua tersangka dalam kasus tersebut.
Kedua tersangka adalah Akhirun Piliang alias Kirun selaku Direktur Utama PT Dalihan Na Tolu Grup (DNTG) dan anaknya bernama Muhammad Rayhan Dulasmi Piliang alias Rayhan selaku Direktur PT Rona Na Mora (RNM).
Awalnya, penasihat hukum (PH) para terdakwa mengajukan pertanyaan kepada Yasir mengenai bagaimana kondisi jalan di Tapsel. Mendengar pertanyaan tersebut, Yasir mulai terbata-bata berbicara. “Saya cuma mau bantu masyarakat di sana (Tapsel), karena kondisi jalan di sana sejak kemerdekaan tidak pernah bagus dan tidak pernah diperbaiki,” ucapnya terisak-isak di Ruang Sidang Cakra 9 Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Negeri (PN) Medan, Rabu (1/10/2025).
Baca juga: Kasus Penyebaran Foto Syur di Bireuen, Orangtua Korban: Anak Saya “Dikerjain” Polisi
Lebih lanjut, Yasir mengaku dirinya pernah memperbaiki jalan di Tapsel dengan menggunakan dana pribadi tanpa bantuan dari pemerintah. “Saya memperbaiki jalan di sana juga enggak pernah minta dana dari pemerintah,” ujarnya dengan suara lantang seraya bersumpah menyebut nama Allah dan menunjuk ke arah atas.
Yasir mengaku tidak pernah menerima uang atau janji apa pun dari Kirun dalam proses membantu Kirun bertemu dengan eks Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Sumatera Utara (Sumut), Topan Obaja Putra Ginting. “Tidak ada, tidak ada diberikan janji atau sesuatu (oleh terdakwa). Saya membantu siapa saja yang minta bantu,” katanya dengan suara berat karena menangis.
Dia juga mengakui pernah ikut offroad di Tapsel dan bertemu Topan pada 20 April 2025 lalu. Dalam offroad tersebut, Yasir mengaku tidak bertemu Kirun, akan tetapi dirinya melihat ada Kirun di rute offroad. “Kehadiran kami di situ dalam rangka tugas, bukan saya sendiri. Saya enggak tahu tujuan utamanya (offroad), karena saya melihat ada yang mengukur jalan dan gambar juga di pinggir sungai. Saya tahunya kunjungan kerja,” tuturnya.
Diuraikan dalam dakwaan, para terdakwa menyuap Topan dkk senilai Rp 4 miliar supaya dimenangkan sebagai pelaksana proyek Jalan Sipiongot–Batas Labuhanbatu sebesar Rp 96 miliar dan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot Rp 69,8 miliar.
Dalam kasus ini, Akhirun dan Rayhan didakwa dengan dakwaan pertama, Pasal 5 ayat (1) huruf a Undang-Undang (UU) No. 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dalam dakwaan kedua, mereka dituduh melanggar Pasal 13 UU No. 31 Tahun 1999 telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.[]
Sumber: mistar