KabarAktual.id – Pemimpin diktator Korea Utara Kim Jong Un memberlakukan aturan kontroversial. Ia melarang warganya menggunakan kata-kata asing seperti “hamburger”, “es krim”, dan “karaoke” dalam komunikasi sehari-hari.
Sebelumnya, ia juga tidak memperbolehkan para remaja menonton drama Korea dan musik K-pop. Meskipun demikian, selalu ada yang mencoba melakukannya secara sembunyi-sembunyi dan akhirnya harus menerima hukuman.
Menurut Daily NK, pemandu wisata di resor pantai Wonsan diwajibkan mengganti istilah asing dengan kosakata versi Korea Utara.
Misalnya, hamburger diganti dengan dajin-gogi gyeopppang (roti lapis daging sapi giling), es krim menjadi eseukimo (eskimo), dan karaoke disebut “mesin pengiring di layar”.
Untuk menerapkan itu, sekitar 20–30 pemandu wisata mengikuti pelatihan ketat untuk menghafal slogan resmi serta menghindari istilah serapan asing maupun ekspresi ala Korea Selatan. “Tujuannya agar mereka hanya memakai kosakata versi Korea Utara,” tulis The Sun mengutip sumber lokal.
Penindasan Budaya Sejak 2015
Apa yang dilakukan Kim Jong Un itu merupakan kelanjutan dari penindasan budaya asing yang semakin meningkat. BBC melaporkan, sejak 2015 Korea Utara memiliki undang-undang yang mengkriminalisasi akses ke media asing.
Aturan itu melarang musik, film, dan drama televisi dari luar negeri, dengan hukuman mulai dari kerja paksa hingga eksekusi publik. Temuan PBB pada 2020 menunjukkan, pengawasan terhadap warga semakin diperketat.
Pemerintah menggelar penggerebekan rumah, inspeksi komputer, serta pengadilan terbuka bagi pelanggar.
“Kenikmatan kebebasan berekspresi dan akses informasi menurun drastis,” tulis laporan tersebut.
Kesaksian Pembelot dan Hukuman Eksekusi
Seorang pembelot mengatakan kepada peneliti PBB bahwa pengawasan ketat bertujuan untuk “menutup mata dan telinga masyarakat” dari pengaruh luar.
Akses internet publik hampir tidak ada, digantikan dengan intranet nasional yang diawasi penuh pemerintah. Meski ancaman hukuman keras diterapkan, warga Korea Utara tetap berusaha mencari jalan untuk mengakses informasi asing.
Daily Mail menyebut, ada warga yang menyuap aparat agar terhindar dari hukuman. Namun risikonya besar.
Tahun lalu, seorang pemuda berusia 22 tahun dieksekusi di depan umum karena menonton dan membagikan drama Korea serta musik K-pop, menurut Independent yang mengutip Kementerian Unifikasi Korea Selatan.
Kerja Paksa dan Eksploitasi Anak
Selain larangan budaya asing, laporan PBB juga menyoroti kerja paksa anak-anak yang dipaksa masuk ke “brigade kejut”.
Ribuan anak yatim dilaporkan bekerja di tambang batu bara dan lokasi berbahaya dengan jam kerja panjang. “Pemerintah menyebutnya sebagai kurikulum keterampilan hidup.”
“Bukti menunjukkan program ini memenuhi unsur kerja paksa karena anak-anak tidak memiliki pilihan,” kata James Heenan, Kepala Kantor OHCHR untuk Korea Utara.
Kondisi HAM Memburuk
Komisioner Tinggi PBB untuk HAM, Volker Türk, menyebut situasi di Korea Utara semakin suram.
“Jika DPRK terus berada di jalurnya saat ini, rakyatnya akan menghadapi lebih banyak penderitaan, penindasan brutal, dan ketakutan,” ujarnya.
Larangan penggunaan kata “hamburger”, “es krim”, dan “karaoke” kini dipandang sebagai bagian dari strategi besar Kim Jong Un untuk membatasi pengaruh luar, memperkuat ideologi sosialis, serta menjaga rakyatnya tetap terisolasi dari dunia luar.[]
Sumber: Tribunnews.com