KabarAktual.id – Sebanyak 13 pejabat Pemerintah Provinsi Jambi dinonaktifkan dari jabatan. Awalnya mereka pasrah diberhentikan tanpa kesalahan meski jabatan yang ditinggalkan tetap dibiarkan kosong.
Belakangan terbongkar, rupanya ada pihak tertentu yang merekayasa seakan-akan belasan pejabat itu mengundurkan diri. Alasan pengunduran diri pun terdengar aneh-aneh.
Afriansyah, kuasa hukum salah satu korban mutasi mengatakan, bahwa kliennya bernama Syafrial, sebelumnya menjabat Kepala Bidang Sejarah dan Kepurbakalaan Disbudpar Provinsi Jambi. Pejabat ini diberhentikan karena mengundurkan diri dengan alasan ingin merawat orang tua.
Menurut keterangan Afriansyah seperti dikutip jatim.tribunnews.com, Rabu (10/9/2025), alasan itu sangat konyol. “Karena kedua orang tua Syafrial telah lama meninggal dunia,” ujar Afriansyah.
Baca juga: Duh, Ada Pelantikan Kepala Sekolah Tengah Malam di Disdik Aceh
Dia menjelaskan, ayah dari kliennya meninggal pada 1990 dan ibunya tahun 2020. “Klien saya tidak pernah membuat surat itu, tidak pernah tanda tangan, tetapi suratnya dijadikan dasar mutasi,” tegas Afriansyah.
Afriansyah kemudian melaporkan kasus pemalsuan dokumen ini ke Polda Jambi pada Kamis (24/7/2025). Peristiwa ini, kata dia, terjadi sekitar tiga pekan lalu, ketika para kliennya terkejut menerima informasi pemberhentian mendadak dari jabatan.
Pengacara ini menceritakan, awalnya para kliennya — sebagai bawahan — tidak mempermasalahkan mereka dimutasi. “Masalah muncul beberapa hari kemudian ketika mereka menemukan salinan surat pengunduran diri yang tidak pernah mereka tulis atau tanda tangani,” jelasnya.
Baca juga: Isu Jual Beli Jabatan Kepsek, tak Mungkin Ada Asap Kalau tak Ada Api !
Dikatakan, atas dasar itulah 13 orang korban, delapan di antaranya dia dampingi, melapor ke Polda Jambi. “Mereka ini diberhentikan tanpa sebab dan tidak ada kesalahan,” ujar Afriansyah di Polda Jambi, Kamis (24/7/2025).
Surat pengunduran diri yang diyakini rekayasa itu memuat berbagai alasan, lengkap dengan tanda tangan yang mirip dengan tanda tangan kliennya. “Tapi kita tidak tahu apakah itu tanda tangan basah atau discan, sehingga itu yang kami laporkan,” ungkap Afriansyah.
Ke-13 ASN yang menjadi korban merupakan pejabat eselon III dan IV di Pemprov Jambi. Saat ini, laporannya masih dalam proses. “Kami hanya membuat laporan pengaduan mengenai peristiwa pemalsuannya saja, tidak tahu siapa yang terlibat,” tutup Afriansyah.
Tidak manusiawi
Salah satu korban mutasi adalah Dedy Ardiansyah. Sebelumnya menjabat salah satu kepala bidang pada Disbudpar.
Menurut dia, hasil rekomendasi Badan Kepegawaian Negara (BKN) menyatakan bahwa 13 pejabat eselon III dan IV yang diberhentikan dengan surat pengunduran palsu harus diberi jabatan baru yang setara.
Tapi pihak Pemprov, kata seorang korban mutasi, tetap tidak mengindahkan. Seperti dialami Dedy Ardiansyah, pejabat eselon III.a ini dimutasi ke luar kota Jambi turun ke eselon III.b.
Dedy menyatakan menolak dilantik karena ditempatkan di Kerinci. “Ini tidak manusiawi. Padahal, saya harus merawat ibu, yang kedua matanya buta,” katanya dilansir Kompas.com, Rabu (10/9/2025).
Selain dibuang ke kabupaten, Dedy juga mengaku diturunkan tingkat jabatan, dari sebelumnya kepala bidang (eselon III.a) menjadi kepala UPTD (III.b). Menurutnya, ini mengindikasikan tidak adanya kesetaraan.
Menurut Dedy, dia harus menempuh perjalanan darat sejauh 12 jam ke Kabupaten Kerinci, lokasi kantor yang baru. Kondisi itu membuat ia harus bolak-balik dan menginap di Kerinci. Padahal, ia harus merawat ibunya yang dalam keadaan buta. “Tidak mungkin ibu saya yang buta ditinggalkan untuk bolak-balik tugas ke Kerinci,” kata dia.
Kejanggalan berikutnya, kata dia, jabatan lama yang ditinggalkan ternyata masih kosong dan belum ada yang mengisi. Sementara itu, belasan rekan lainnya menerima jabatan baru yang setara, yakni dari kepala bidang kembali mendapatkan jabatan kabid.
Bahkan, kata dia, ada yang naik tingkat jabatan dari awalnya kepala bidang menjadi sekretaris dinas. “Zalim sekali. Saya seperti mau dibuang ke tempat yang jauh,” kata dia.
Dedy menilai pemberian jabatan kepada dirinya tidak sesuai dengan rekomendasi BKN. Karena itu, ia akan menempuh proses hukum di Polda Jambi.
Sementara itu, Sekretaris Badan Kepegawaian Daerah Jambi, Hambali, membantah pihak Pemprov menurunkan jabatan Dedy. Posisi yang bersangkutan di jabatan baru, kata dia, masih dalam lingkup jabatan setara, yaitu jabatan administrator.
Sesuai dengan UU 20 Tahun 2023 tentang ASN dan PP 11 Tahun 2014 jo PP 17 Tahun 2021, kata dia, jabatan ASN terdiri dari jabatan pimpinan tinggi (utama, madya, dan pertama), jabatan administrasi (jabatan administrator dan jabatan pengawas), serta jabatan pelaksana dan fungsional. “Menurut hemat kami, jabatan masih setara, yakni jabatan administrator,” kata Hambali.
Setelah pemerintah menghapus eselon III dan IV, jabatan Kabid dan kepala UPTD memang masih sama-sama dalam lingkup administrator. Hanya saja dalam sistem eselonering yang lama, kepala bidang disebut menduduki eselon III.a, sedangkan kepala UPTD eselon III.b.
Dalam ketentuan lama, seorang pejabat eselon III.b hanya bisa mencapai pangkat maksimal IV/a. Sedangkan mereka yang menduduki eselon III.a (kabid, kabag, dan sekretaris di OPD provinsi) bisa naik pangkat hingga IV.b.[]
Sumber: jatim.tribunnews.com