News  

“Asbabunnuzul” Proyek Wastafel (1): TENDANGAN DI TENGAH MALAM BUTA

Gambar ilustrasi (Property: KBA.one)

RAPAT khusus yang dipimpin Sekda Taqwallah dengan kepala Dinas Pendidikan Aceh Rachmat Fitri dan seluruh Kacabdin, tengah malam, itu khusus membahas permasalahan pendidikan. Mungkin sekitar medio 2020.

Mulanya berjalan lancar. Di bagian akhir, Taqwallah meminta Rachmat Fitri melaporkan progres pelaksanaan program BEREH.

Sekedar gambaran, Taqwallah yang punya background dokter memang berambisi ingin tampil beda selama menjadi birokrat nomor satu di pemerintah Aceh. Dengan alasan itu, dia kemudian merombak total desain ruangan di kantor gubernur menjadi serba mewah.

Budaya bersih dan rapi itu pun dia minta agar diterapkan di seluruh SMA, SMK, dan SLB. Tak terkecuali kantor-kantor tentunya. Taqwallah membuat akronim BEREH—bersih, hijau, dan estetis.

Baca juga: Jangan Lupa, Taqwallah Itu Sekda “Pemborong”

Malam itu, dia “menodong” Rachmat Fitri agar melaporkan realisasi program BEREH di sekolah-sekolah seluruh Aceh. Karena dadakan, Rachmat terpaksa menyiapkan laporan itu buru-buru saat itu juga dengan meminta bantuan seorang bawahannya.

Taqwallah terkesan mulai kurang sreg melihat gaya Rachmat Fitri yang kurang siap. Dia bangun dari tempat duduk kemudian masuk ke ruangan kerja melalui connecting door.

Beberapa menit kemudian dia bergabung lagi. Rachmat membacakan narasi capaian realisasi program BEREH: persentase kebersihan, indikator kerapian, poin estetika. Peserta rapat lainnya hanya diam. Mereka seperti menangkap sinyal kurang beres.

Baca juga: Syifak Muhammad Yus, Pengelola Terbanyak Paket Proyek Wastafel Disdik Aceh Jadi Tersangka

Wajah Taqwallah terlihat datar. Tidak seperti biasa, dia tidak memberi komentar sepatah kata pun sebagai koreksi atas laporan yang disampaikan Rachmat. Dia hanya diam.

Begitu kepala dinas menutup laporannya, cerita seorang sumber, Sekda Taqwallah langsung bangkit dari duduk. Sekonyong-konyong, dia menendang kursi sambil berkata. “Kon lage nyan ku yu (bukan seperti itu saya minta,” ujar Taqwallah dengan nada kasar sambil meninggalkan ruangan rapat, masuk ke ruang kerjanya lagi.

Seorang pejabat pemerintah Aceh yang ditanyai soal sikap Taqwallah mengaku sangat mengenal gaya kepemimpinan mantan anak buah Kuntoro Mangkusubroto, bekas kepala BRR NAD-Nias, itu. “Beliau tidak suka narasi, maunya tabel dan grafik,” ujarnya.

Insiden Taqwallah menendang kursi malam itu benar-benar membuat para Kacabdin tertekan. Mereka sedih dan kasihan melihat atasannya yang dibuat tak berharga. “Pak, kami mengundurkan diri semua, ya,” ucap seorang bawahan memecah kebekuan. “Jangan mundur,” jawab Rachmat pelan. “Biar saya hadapi kondisi ini sendiri.”

“Rekaman” itu tersimpan rapi di memori Rachmat Fitri dan para Kacabdin yang hadir malam itu. Gambaran tentang kebengisan seorang atasan di depan para staf pelan-pelan tergilas waktu. Tidak ada yang menyangka kalau perilaku barbar itu adalah awal petaka bagi Rachmat Fitri. Sejak malam itu sedang dimulai sebuah skenario panjang yang kemudian berujung pidana.[bersambung … ]

:: JARINGAN JURNALIS INVESTIGASI SUMATERA (JJIS)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *