News  

Jumlah Penduduk Miskin Versi Bank Dunia 194,4 Juta Jiwa, BPS Laporkan Hanya 23,8 Juta Jiwa

Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti (foto: dok BPS)

KabarAktual.id – Kepala BPS (Badan Pusat Statistik), Amalia Adininggar Widyasanti, menyampaikan klarifikasi soal polemik jumlah penduduk miskin yang heboh di media sosial. Warganet menuding BPS senjaga memoles data kemiskinan untuk tujuan pencitraan pemerintahan Presiden Prabowo.

Berdasarkan laporan terbaru Bank Dunia, jumlah penduduk miskin Indonesia sekitar 68,2% atau 194,4 juta jiwa. Sedangkan BPS merilis angka resmi jauh di bawah itu, hanya 23,85 juta jiwa atau setara dengan 8,7% dari total populasi nasional.

Menurut BPS, terjadi penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia sekitar 0,21 juta (210 ribu orang) dibandingkan data September 2024. Saat itu dilaporkan, jumlah penduduk miskin sebanyak 24,06 juta orang.

Amalia menjelaskan penyebab perbedaan data tersebut karena standar yang dipakai BPS berbeda dengan Bank Dunia. “Kalau ada di dalam perbincangan netizen bahwa kita menurunkan garis kemiskinan itu sebenarnya tidak benar,” ucap Amalia saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi X DPR RI yang disiarkan Live di YouTube Komisi X, Selasa (26/8/2025).

Baca juga: Hebat! Provinsi Termiskin Ini Nyumbang untuk Instansi Vertikal Rp 308 Miliar

Menurut dia, ketika bicara angka statistik, masih banyak masyarakat yang masih awam. Hal inilah yang kemudian menimbulkan prasangka bahwa data yang disajikan BPS dianggap tidak akurat.

“Jadi memang literasi statistik sangat dibutuhkan. Masyarakat kadang-kadang ingin ikut berbicara tentang data, tetapi kadang-kadang cara membaca data dan menerjemahkan datanya masih belum pas,” ungkapnya.

Baca juga: Tunjangan Selangit di Tengah Ekonomi Sulit

Ia menjelaskan lagi, data angka kemiskinan yang dirilis BPS berpedoman pada survei langsung, yakni Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang terakhir kali dilaksanakan pada Maret dan September. Selain data lengkap soal angka kemiskinan, Susenas juga menyajikan data lengkap soal rasio gini, kemiskinan ekstrem, indeks manusia, hingga angka melek huruf.

Dalam kasus data angka kemiskinan yang turun, kata dia, BPS selalu mengacu pada standar pakem, yakni garis kemiskinan berdasarkan pengeluaran makanan dan belanja non-makanan. Angka pengeluaran untuk menentukan garis kemiskinan juga selalu diperbaharui, alias naik dari tahun ke tahun seiring dengan inflasi.

Misalnya saja per Maret 2025, garis kemiskinan nasional ditetapkan BPS sebesar Rp 609.160 per kapita per tahun atau Rp 20.305. Garis kemiskinan ini mengalami peningkatan sebesar 2,34 persen dibandingkan September 2024.

Angka per kapita ini mencerminkan batas minimum pengeluaran seseorang untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan. “Dan perlu kami sampaikan bahwa garis kemiskinan dari tahun ke tahun itu pasti mengalami peningkatan,” terang Amalia.

Penduduk dikategorikan miskin jika total pengeluaran per kapita per bulan mereka berada di bawah garis kemiskinan yang ditentukan BPS.

Angka garis kemiskinan per kapita inilah yang kemudian ramai dibahas di media sosial. Menurut dia, banyak publik yang salah menafsirkan angka-angka yang disajikan lembaganya.

“Nah, garis kemiskinan yang Rp 609.160 itu harus diterjemahkan ke dalam garis kemiskinan rumah tangga, karena pendapatan dan pengeluaran rumah tangga itulah yang menentukan tingkat kesejahteraan dari rumah tangga itu,” ujar Amalia.

Kata kepala BPS, untuk bisa keluar dari garis kemiskinan, tingkat pengeluaran rumah tangga harus di atas Rp 2,87 juta per rumah tangga per bulan. “Jadi membaca garis kemiskinan yang tepat adalah per rumah tangga,” tegasnya.[]

Sumber: kontan.co.id

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *