News  

Banyak Anak Terancam tak Bisa Sekolah Akibat Bobroknya SPMB 2025, Disdik Aceh Diminta Segera Ambil Kebijakan Alternatif !

Gambar ilustrasi dibuat oleh AI

KabarAktual.id – KPIPA (Kaukus Peduli Integritas Pendidikan Aceh) menyatakan dengan tegas, bahwa terjadi berbagai kekacauan dalam pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tingkat SMA/SMK tahun 2025 di Aceh. Kebijakan yang dibuat oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Aceh, dinilai, merugikan masyarakat.

Terkait dengan permasalahan tersebut, KPIPA menyampaikan keprihatinan mendalam atas situasi ini. Lewat pernyataan resminya, Sabtu (12/7/2025), mereka menilai, pemangku kebijakan telah mencederai dan mengancam hak dasar anak-anak Aceh untuk mendapatkan akses pendidikan yang layak, merata, dan adil.

KPIPA mengklaim telah menemukan berbagai fakta yang memilukan di lapangan. Ada siswa yang hingga hari ini belum mendapatkan sekolah akibat kegagalan teknis pada sistem pendaftaran daring. Ada juga siswa yang berdomisili di zona sekolah terdekat tapi justru diterima di sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya. Sementara itu, siswa lain yang memiliki jarak serupa justru tertolak karena kuota sekolah penuh, tanpa ada mekanisme redistribusi atau kebijakan lanjutan yang jelas.

Menurut Jubir KPIPA, Ramadhan Al Faruq, pihaknya memahami bahwa sistem daring adalah sebuah kemajuan, tetapi ketika tidak didukung kesiapan teknis, sosialisasi yang masif, dan mitigasi masalah di lapangan, maka sistem tersebut berpotensi menciptakan ketidakadilan dan persoalan baru.

Ramadhan Al Faruq

Dikatakan, berbagai permasalahan yang muncul dalam proses SPMB ini memang bukan sepenuhnya murni akibat kegagalan sistem, tapi ada juga dikarenakan faktor human eror. Misalnya ada yang mengeluh terkait portal pendaftaran sering gagal diakses (lemot, down, gagal login), ada juga faktor kesalahan input data yang tidak segera difasilitasi koreksinya.

Selain itu, KPIPA menilai semua ini terjadi juga tidak terlepas dari minimnya sosialisasi kepada masyarakat, terutama di wilayah dengan keterbatasan akses informasi digital.

Masalah juga muncul dalam distribusi siswa yang tidak sesuai logika zonasi atau domisili, sehingga ada siswa yang “terlempar” ke sekolah yang jauh dari tempat tinggalnya dan ada siswa yang dekat dengan sekolah tertentu justru tidak lulus.

Ramadhan menambahkan, sejauh ini pihaknya belum atau tidak menemukan adanya kebijakan tanggap darurat yang kongkrit bagi siswa yang belum tertampung dengan berbagai alasan di atas. Karena itu, mereka mengajukan sejumlah tuntutan kepada Dinas Pendidikan Aceh, sebagai berikut:

1. Segera mengeluarkan kebijakan alternatif sebelum hari pertama sekolah untuk memastikan seluruh siswa, terutama yang belum tertampung, dapat memperoleh hak bersekolah di sekolah terdekat sesuai domisili.

2. Membuka jalur koreksi zonasi dan verifikasi data khusus, perlu kiranya dibuka jalur pendaftaran manual di setiap sekolah untuk menangani kasus yang terdampak kesalahan teknis atau sistem, dengan proses yang cepat dan transparan.

3. Menyediakan kelas tambahan atau kelas transisi sementara, untuk kemudian dimutasikan ke sekolah yang lebih dekat dengan tempat tinggalnya yang diakibatkan oleh kesalahan sistem sebelumnya agar tidak ada anak yang tertinggal dari proses pendidikan.

4. Mengaktifkan posko layanan SPMB di setiap kabupaten/kota, yang bisa dijangkau secara luring dan daring, guna menangani pengaduan masyarakat secara langsung dan memberikan solusi administratif.

5. Membentuk tim evaluasi bersama yang melibatkan unsur masyarakat sipil, agar perbaikan sistem tidak hanya menjadi kebijakan internal tetapi juga diawasi secara publik demi akuntabilitas.

KPIPA menegaskan bahwa pendidikan adalah hak yang dijamin oleh konstitusi dan tidak boleh dikorbankan oleh kelalaian, maupun oleh kesalahan sistem maupun keterbatasan birokrasi. Tidak bermaksud menyalahkan siapapun, mereka menegaskan hanya ingin memastikan bahwa negara, dalam kasus ini Dinas Pendidikan Aceh, memiliki tanggung jawab moral dan hukum untuk memastikan tidak ada satu anak pun yang kehilangan haknya atas pendidikan hanya karena sistem yang belum sempurna.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *