SETIAP muslim pasti punya keinginan masuk surga, karena surga merupakan puncak kebahagiaan dan kenikmatan yang diberikan Allah kepada hamba-Nya yang bertakwa. Tapi mengapa banyak umat Islam tidak mau belajar agama? Kalau pun ada, tapi asal-asalan saja.
Ingin jadi penduduk surga tapi nggak mau belajar bahasa Arab. Padahal penduduk surga bercakap dan berkomunikasi memakai bahasa Arab. Ingin anaknya jadi anak shalih-shalihah tapi nggak semangat memotivasi untuk ngaji dan belajar agama.
Itulah fenomena keberadaaan mayoritas umat Islam di negeri ini.
Mereka justru lebih memprioritaskan belajar ilmu duniawi untuk meraih kehidupan di dunia yang fana ini. Sementara ilmu agama dinomorduakan.
Seharusnya karena kehidupan akhirat itu kekal abadi tentu memerlukan persiapan dan bekal yang cukup. Bahkan Allah sendiri merintahkan hamba-Nya untuk mencari apa-apa yang Allah berikan untuk akhirat. Dan jangan lupa kehidupan dunia (Q.S. Al-Qashash 77).
Tapi faktanya banyak yang terbalik. Dunia jadi prioritas, sementara akhirat sambil lalu. Padahal umur umat nabi Muhammad itu antara 60 sampai 70 tahun dan sedikit yang melewatinya (HR.Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Pahami Dinul-Islam !
Agar kita umat Islam menjadi orang baik, shalih-shalihah dan bertakwa kepada Allah SWT, maka mau tak mau harus memahami dinul-Islam. Tafaqquh fiddiin. Ini berdasarkan hadits:
مَنْ يُرِدِ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِى الدِّينِ
“Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Allah, maka Allah akan membuatnya faham tentang agamanya.” (HR. Bukhari dan Muslim dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan)
Jadi, bukan harta dan jabatan untuk meraih taqwa, tapi paham akan dinul-Islam. Dengan memahami dinul-Islam, seorang muslim akan selamat iman dan aqidahnya tidak terjebak dalam kekafiran dan kemusyrikan, benar ibadahnya mengikuti petunjuk Rasul dan baik akhlaknya sesuai syariat Islam.
Untuk itu, umat Islam wajib belajar agama agar mengetahui mana yang haq dan mana yang bathil, mana yang islami dan mana yang sekuler, mana yang petunjuk dan mana yang sesat.
Orang yang sedang belajar ilmu agama, Allah akan permudah jalan menuju surga, sebagaimana hadits di bawah ini:
مَنْ سَلَكَ طَريقاً يَلتَمِسُ فِيه عِلماً ، سَهَّلَ الله لَهُ بِهِ طَريقاً إلى الجَنَّةِ
“Barangsiapa meniti jalan untuk mencari ilmu, maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga.” (HR. Muslim).
Fardhu ‘Ain
Belajar agama itu hukumnya fardhu ain atau wajib bagi setiap individu muslim. Berarti kalau tidak mau belajar itu berdosa. Hal ini berdasarkan hadits:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
”Menuntut ilmu itu fardhu atas setiap muslim.” (HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha’if Sunan Ibnu Majah no. 224).
Dalam hadits ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan tegas menyatakan bahwa menuntut ilmu itu hukumnya fardhu atas setiap muslim, bukan bagi sebagian orang muslim saja. Lalu, “ilmu” apakah yang dimaksud dalam hadits ini? Penting untuk diketahui bahwa ketika Allah Ta’ala atau Rasul-Nya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutkan kata “ilmu” saja dalam Al Qur’an atau As-Sunnah, maka ilmu yang dimaksud adalah ilmu syar’i (ilmu agama), termasuk kata “ilmu” yang terdapat dalam hadits di atas.
Sebagai contoh firman Allah ini,
وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
“Dan katakanlah, ‘Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’.“ (QS. Thaaha [20]: 114), maka Ibnu Hajar Al-Asqalani rahimahullah berkata,
( وَقَوْله عَزَّ وَجَلَّ : رَبّ زِدْنِي عِلْمًا ) وَاضِح الدَّلَالَة فِي فَضْل الْعِلْم ؛ لِأَنَّ اللَّه تَعَالَى لَمْ يَأْمُر نَبِيّه صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِطَلَبِ الِازْدِيَاد مِنْ شَيْء إِلَّا مِنْ الْعِلْم ، وَالْمُرَاد بِالْعِلْمِ الْعِلْم الشَّرْعِيّ الَّذِي يُفِيد مَعْرِفَة مَا يَجِب عَلَى الْمُكَلَّف مِنْ أَمْر عِبَادَاته وَمُعَامَلَاته ، وَالْعِلْم بِاَللَّهِ وَصِفَاته ، وَمَا يَجِب لَهُ مِنْ الْقِيَام بِأَمْرِهِ ، وَتَنْزِيهه عَنْ النَّقَائِض
“Firman Allah Ta’ala (yang artinya), ’Wahai Rabb-ku, tambahkanlah kepadaku ilmu’ mengandung dalil yang tegas tentang keutamaan ilmu. Karena sesungguhnya Allah Ta’ala tidaklah memerintahkan Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk meminta tambahan sesuatu kecuali (tambahan) ilmu. Adapun yang dimaksud dengan (kata) ilmu di sini adalah ilmu syar’i. Yaitu ilmu yang akan menjadikan seorang mukallaf mengetahui kewajibannya berupa masalah-masalah ibadah dan muamalah, juga ilmu tentang Allah dan sifat-sifatNya, hak apa saja yang harus dia tunaikan dalam beribadah kepada-Nya, dan mensucikan-Nya dari berbagai kekurangan.” (Fathul Baari, 1: 92)
Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA dalam leterat.republika.co.id juga menguraikan:
“Ilmu syar’i adalah ilmu yang diturunkan oleh Allah ta’ala kepada Rasul-Nya berupa keterangan dan petunjuk. Dengan ungkapan lain, ilmu syar’i adalah ilmu yang digunakan untuk memahami syariat Islam. Ilmu inilah yang dipuji dan disanjung dalam Alquran dan As-Sunnah sebagaimana dijelaskan oleh para ulama.” (Syarhu Riyadhish Shalihin: 5/ 413).
“Yang termasuk ilmu syar’i yaitu ilmu Tauhid, Aqidah, Akhlak, Tajwid, Fiqh, Ushul Fiqh, Maqashid asy-Syariah, Ulumul Qur’an (ilmu-ilmu Alquran), Ulumul Hadits (ilmu-ilmu hadits), bahasa Arab dan ilmu lainnya yang digunakan sebagai alat untuk memahami Alquran dan As-Sunnah.” (Republika.co.id, 28/2/2022).
Yuk kita belajar agama, baik langsung melalui kajian atau pengajian dengan ulama, di pesantren atau sekolah-sekolah Islam dan Perguruan Tinggi. Baca kitab dan buku-buku islami, juga bisa via media online Islam yang sekarang cukup banyak ada di medsos.
Semoga dengan belajar agama kita menjadi ‘tafaqquh-fiddin’ memahami ‘dinul-islam’ dengan baik. Dan, insya Allah kita akan menjadi orang baik, shalih-shalihah dan bertakwa kepada Allah swt dan insya Allah masuk surga. Aamiin.
Kuala Tungkal, 12 Mei 2025
Penulis adalah pemerhati kehidupan beragama berdomisili di Jambi