News  

Aceh Butuh Konsep Mitigasi yang Terintegrasi

KabarAktual.id — Pemerintah Aceh menurunkan bendera setengah tiang pada 26 Desember 2025, bertepatan dengan peringatan 21 tahun tsunami 2004. Momentum ini sekaligus menjadi tanda duka atas banjir dan longsor yang kembali melanda berbagai wilayah Aceh sejak pertengahan November lalu.

Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan sedikitnya 503 orang meninggal dunia di Aceh, bagian dari total lebih dari 1.135 korban jiwa di tiga provinsi terdampak di Sumatra. Sebanyak 173 orang masih hilang, sementara lebih dari 466.000 warga di Aceh tercatat mengungsi. Infrastruktur terdampak mencakup rumah warga, sekolah, fasilitas kesehatan, jalan nasional, dan jembatan.

Data BNPB juga menyebut 157.838 unit rumah mengalami kerusakan pada banjir dan longsor di wilayah Sumatra. Sejumlah daerah seperti Aceh Tengah, Bener Meriah, dan Pidie masih terisolasi akibat longsor yang menutup jalur utama. Pemerintah pusat menyalurkan bantuan tunjangan hunian sementara sebesar Rp600.000 per rumah tangga untuk sebagian korban.

Akademisi Aceh, Dr. Usman Lamreueng, menegaskan pentingnya menjadikan momentum “bendera setengah tiang” sebagai peringatan bahwa Aceh adalah wilayah rawan bencana dan membutuhkan sikap kesiapsiagaan yang lebih tegas dari pemerintah daerah.

Dikatakan, Aceh bukan wilayah biasa. “Kita berada di ring of fire, rawan gempa, tsunami, banjir, dan longsor. Karena itu harus ada satu sikap kesiapsiagaan yang jelas, sistematis, dan terencana dari pemerintah daerah. Bukan hanya respons setelah bencana terjadi,” ujarnya kepada KabarAktual.id, Jumat (26/12/2025).

Menurut pengamat kebijakan publik ini minimnya mitigasi dan lemahnya penataan ruang memperburuk dampak banjir. “Kerusakan hutan dan pembangunan yang tidak mempertimbangkan daya dukung lingkungan membuat Aceh semakin rentan. Dua puluh satu tahun setelah tsunami, kita seharusnya sudah lebih siap,” katanya.

Dia menambahkan, upaya memperkuat kesiapsiagaan tidak hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan membutuhkan keterlibatan masyarakat. “Kesadaran masyarakat terkait pencegahan, evakuasi, dan mitigasi masih rendah. Warga harus paham titik evakuasi, jalur aman, dan langkah penyelamatan diri. Tanpa partisipasi masyarakat, sistem mitigasi akan lumpuh,” ujarnya.

Pimpinan lembaga kajian Emirates Development Research itu juga menekankan perlunya kesadaran kolektif seluruh elemen masyarakat untuk mewaspadai ancaman bencana di Aceh. “Kesadaran kolektif harus tumbuh. Pemerintah, sekolah, tokoh gampong, dan media perlu terlibat dalam edukasi bencana. Kalau kita hanya mengingat tsunami setiap tahun tanpa belajar darinya, duka Aceh akan terus berulang,” tegasnya.

BNPB menyebut curah hujan ekstrem pada Desember berada di atas kategori normal dan diperparah fenomena atmosferik regional, yang meningkatkan risiko banjir dan longsor di wilayah pegunungan Aceh. Penurunan bendera setengah tiang tahun ini menegaskan bahwa duka Aceh belum selesai. “Momentum tersebut menjadi pengingat bahwa memperkuat kesiapsiagaan pemerintah daerah, meningkatkan kesadaran masyarakat, dan membangun kesadaran kolektif terhadap ancaman bencana adalah prasyarat untuk menjaga agar tragedi serupa tidak terus berulang,” kata Usman menutup pernyataannya.[]

Logo Korpri

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *