KabarAktual.id — Kepala Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Enemawira, Kepulauan Sangihe, Chandra Sudarto, dicopot dari jabatannya setelah memaksa warga binaan beragama Islam mengonsumsi daging anjing. Tindakan tersebut memicu kecaman luas karena dinilai melanggar hak asasi manusia dan kebebasan beragama.
Penonaktifan dilakukan setelah pemeriksaan yang digelar Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pemasyarakatan (Ditjen PAS) Sulawesi Utara sejak 27 November 2025. “Kepala Lapas Enemawira berinisial CS pada 27 November telah diperiksa oleh Kanwil Ditjen PAS Sulawesi Utara. Pada hari yang sama, yang bersangkutan langsung dinonaktifkan dari jabatannya dan Ditjen PAS menunjuk pelaksana tugas Kalapas Enemawira,” ujar Kepala Subdirektorat Kerja Sama dan Pelayanan Publik Ditjen PAS, Rika Aprianti, dalam keterangan tertulis, Selasa (2/12/2025).
Rika menjelaskan, sehari setelah pemeriksaan awal, pihaknya menerbitkan surat perintah pemeriksaan lanjutan sekaligus pembentukan sidang kode etik terhadap Chandra Sudarto di lingkungan Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. “Sidang kode etik dilaksanakan hari ini oleh Tim Direktorat Kepatuhan Internal Ditjen PAS. Kami akan menjatuhkan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku,” katanya.
Menurut Rika, Ditjen PAS berkomitmen menegakkan kedisiplinan dan integritas petugas pemasyarakatan. “Kami memastikan pelayanan dan pembinaan bagi warga binaan tetap berjalan sesuai standar pemasyarakatan,” ucapnya.
Kasus ini turut menarik perhatian DPR RI. Anggota Komisi XIII DPR RI, Mafirion, mengecam keras dugaan perbuatan Kalapas Enemawira tersebut dan menilainya sebagai pelanggaran berat terhadap HAM serta kebebasan beragama.
Ia meminta Menteri Imigrasi dan Pemasyarakatan untuk mencopot Chandra Sudarto dan memprosesnya secara hukum. Tindakan memaksa warga binaan Muslim mengonsumsi makanan yang jelas diharamkan dalam ajaran Islam bukan hanya tidak pantas, kata dia, tetapi juga merupakan pelanggaran hukum dan HAM. “Negara wajib melindungi kebebasan beragama siapa pun, termasuk warga binaan. Copot dan proses secara hukum,” tegas Mafirion dalam keterangannya, Kamis (27/11/2025).
Ia mengingatkan bahwa sejumlah pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), seperti Pasal 156, 156a, 335, dan 351, secara tegas melarang tindakan diskriminatif maupun penodaan agama. “Perbuatan menghina atau merendahkan agama dapat dipidana hingga maksimal lima tahun penjara,” ujarnya.
Mafirion pun mendesak aparat penegak hukum bertindak cepat agar perkara ini tidak berkembang menjadi konflik sosial yang lebih luas mengingat sensitifnya isu diskriminasi agama. “Konstitusi dan undang-undang kita sudah sangat jelas. Tidak boleh ada siapa pun yang dipaksa melanggar keyakinannya, di mana pun berada, termasuk di dalam lapas. Negara harus hadir melindungi,” tandasnya.[]












