KabarAktual.id — Penangkapan tujuh muda-mudi pelaku seks bebas sambil pesta miras di sebuah rumah Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, mencoreng penegakan syariat Islam di Aceh. Peristiwa ini menambah panjang daftar pelanggaran syariat Islam di bumi Serambi Mekah.
Kepala Satpol PP dan Wilayatul Hisbah (WH) Aceh Besar, Muhajir, mengatakan pihaknya telah menyerahkan ketujuh pelaku kepada Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Besar untuk proses hukum lebih lanjut, Jumat (7/11/2025). Penegakan syariat Islam, kata dia, merupakan komitmen bersama antara pemerintah dan masyarakat, bukan sekadar kegiatan seremonial.
Dijelaskan, pasangan muda-mudi itu diamankan beberapa waktu lalu di kawasan Darul Imarah. Setelah dilakukan pemeriksaan dan proses hukum syariat, mereka terbukti melakukan pelanggaran. “Hari ini kami serahkan ke Kejari Aceh Besar untuk penanganan lebih lanjut,” ujar Muhajir.
Baca juga: Seks Bebas Menampar Wajah Syariat Islam Aceh
Ia mengapresiasi masyarakat yang turut aktif melaporkan indikasi pelanggaran syariat, namun ia juga mengingatkan generasi muda agar tidak terjerumus dalam perbuatan maksiat yang merusak masa depan. “Kami akan terus memperketat pengawasan dan menindak tegas setiap pelanggaran yang terjadi. Ini bukan hanya soal hukum, tapi juga moralitas dan tanggung jawab kita terhadap syariat Islam,” tegasnya.
Kepala Kejari Aceh Besar, Jemmy Novian Tirayudi, SH, MH, membenarkan pelimpahan perkara tersebut dan memastikan proses hukum dijalankan sesuai dengan ketentuan qanun yang berlaku di Aceh. “Kami menerima berkas pelimpahan dari Satpol PP dan WH. Pemeriksaan lanjutan akan dilakukan agar penegakan hukum syariat berjalan sesuai aturan,” jelas Jemmy.
Baca juga: Teumeunak: Titik Balik Kinerja Penegakan Syariat Islam di Era Digital
Fenomena muda-mudi yang terlibat pesta maksiat itu bukan kasus tunggal. Sejumlah pengamat sosial dan pemerhati budaya Aceh menyebutnya sebagai bagian dari tren kemerosotan moral yang juga tampak di ruang digital.
Menurut catatan media lokal seperti Serambi Indonesia dan AJNN, semakin banyak anak muda Aceh menggunakan bahasa kasar, menghina sesama, dan memperolok nilai agama di media sosial. Akademisi UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Dr. Muhammad Nasir, menilai gejala tersebut menunjukkan “longgarnya pengawasan sosial dan lemahnya internalisasi nilai syariat di kalangan generasi digital.”
“Kita bukan hanya kehilangan adab di dunia nyata, tapi juga di ruang maya. Banyak remaja yang merasa aman menebar ujaran kotor di media sosial tanpa sadar itu juga pelanggaran terhadap prinsip syariat Islam,” kata Nasir dalam wawancara dengan Serambi Indonesia beberapa waktu lalu.
Sementara itu, pengamat hukum Islam, Tgk. M. Yusran, kepada AJNN menilai bahwa pemerintah daerah perlu memperkuat pendidikan akhlak dan literasi digital berbasis nilai Islam. “Penegakan qanun jangan hanya berhenti pada penangkapan pelaku maksiat, tapi juga harus menyentuh akar persoalan: lemahnya pemahaman agama di kalangan muda,” ujarnya.
Kasus di Aceh Besar ini, menurut sejumlah tokoh, menjadi alarm bahwa penegakan syariat perlu dikembalikan ke semangat awalnya: bukan sekadar sanksi, tetapi pembinaan moral dan kesadaran kolektif.[]












