KabarAktual.id — Pengamat Kebijakan Publik Dr Taufik Abd Rahim menilai, dugaan korupsi beasiswa pada BPSDM Aceh merupakan kejahatan paling brutal. “Mereka merenggut masa depan anak-anak Aceh,” ujarnya kepada KabarAktual.id, Kamis (30/10/2025).
Dikatakan, dugaan penyelewenangan dana beasiswa Rp420,5 miliar pada BPSDM (Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia) Aceh di bawah kepemimpinan Syaridin itu menambah panjang daftar praktik korupsi yang mencederai komitmen pembangunan SDM Tanah Rencong.
Baca juga: Bantah tak Transparan Seleksi Beasiswa, Pejabat BPSDM Aceh: Instansi Lain Juga Begitu !
Data yang dihimpun menunjukkan, total anggaran beasiswa yang dikelola BPSDM mencapai Rp153,85 miliar pada 2021, Rp141 miliar pada 2022, Rp64,55 miliar pada 2023, dan Rp61,12 miliar pada 2024. Dana tersebut dialokasikan untuk jenjang Diploma, S1, S2, dan S3 sesuai Peraturan Gubernur Aceh Nomor 28 Tahun 2019 tentang Beasiswa Pemerintah Aceh.
Baca juga: Kejati Didesak Segera Periksa Kepala BPSDM Aceh, Jangan Hanya Kelola Isu !
Namun hasil audit sementara mengindikasikan penyimpangan besar dalam pengelolaan dana tersebut. Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh telah membuka penyidikan atas dugaan korupsi beasiswa bernilai ratusan miliar ini.
Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Aceh, Ali Rasab Lubis, membenarkan bahwa penyidik sedang mengumpulkan bahan keterangan dan bukti penyaluran dana ke penerima, perguruan tinggi, serta pihak ketiga. “Kami sedang memastikan bukti transfer dan dokumen penyaluran beasiswa untuk menelusuri siapa saja penerima fiktif dan pihak yang terlibat,” ujar Ali Rasab.
Kasus Lama Belum Selesai
Taufik menyoroti bahwa kasus serupa pernah terjadi pada periode 2017–2019, dengan total anggaran Rp22,3 miliar. Audit BPKP Aceh kala itu menemukan hanya 93 dari 803 penerima yang memenuhi syarat sebagai penerima beasiswa, dengan kerugian negara sebesar Rp10 miliar.
Meski telah berlangsung lebih dari enam tahun, proses hukum kasus 2017–2019 masih jalan di tempat. Lima kali pergantian Kapolda Aceh belum juga menuntaskan perkara yang disebut banyak pihak sebagai “buku hitam” tata kelola pendidikan Aceh.
Baca juga: Pemerintah Aceh Sediakan Beasiswa Unggul untuk Anak Yatim/Piatu dan Miskin Berprestasi
Koordinator Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), Alfian, menilai aparat penegak hukum belum menyentuh aktor utama dalam kasus tersebut.
Yang dijerat baru pelaksana administratif, kata Alfian, bukan aktor politik dan ekonomi yang mengendalikan proyek beasiswa sejak tahap perencanaan hingga pencairan. “Penyidik tahu siapa mereka,” tegas Alfian dikutip dari Acehbisnis.com.
Dugaan Skema Fiktif
Lembaga antikorupsi GeRAK Aceh juga menduga adanya kerja sama fiktif, data penerima palsu, serta penggunaan lembaga mitra untuk memotong dana. GeRAK mendesak PPATK dilibatkan guna menelusuri aliran uang dan memverifikasi rekening penerima beasiswa.
Total dana beasiswa yang dikelola BPSDM selama empat tahun terakhir mencapai Rp420,528,771,210 dinilai terlalu besar jika tanpa sistem audit terbuka.
Sementara itu, MaTA mencatat sepanjang 2023 terdapat 32 kasus korupsi di Aceh dengan total potensi kerugian negara mencapai Rp172 miliar, dua di antaranya terkait korupsi beasiswa dan proyek wastafel sekolah.
Desakan Reformasi dan Transparansi
Menyikapi temuan tersebut, Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) berjanji meninjau ulang regulasi penyaluran beasiswa agar berbasis merit system dan transparansi digital. “Kami akan mengkaji ulang Pergub dan mekanisme penyaluran beasiswa agar tidak bisa lagi dimanipulasi oleh pihak tertentu,” ujar salah satu anggota Komisi Pendidikan DPR Aceh.
Taufik yang akademisi Universitas Muhammadiyah Aceh menilai, praktik korupsi dana beasiswa tidak hanya merugikan keuangan daerah, tetapi juga menghancurkan fondasi pembangunan manusia. “Korupsi beasiswa berarti merampas masa depan anak-anak Aceh yang seharusnya dibantu menempuh pendidikan tinggi. Ini bentuk pengkhianatan terhadap cita-cita kemajuan daerah,” ujarnya.
Publik Tagih Kepastian
Kasus ini kini menjadi ujian bagi integritas aparat penegak hukum di Aceh. Publik menuntut agar penyidikan tidak berhenti di permukaan, tetapi menjerat semua pihak yang terlibat, termasuk pejabat pengambil kebijakan dan pihak swasta yang ikut menikmati dana rakyat.
Masyarakat sipil menegaskan, terbongkarnya korupsi dana beasiswa harus menjadi momentum bersih-bersih total di tubuh birokrasi pendidikan Aceh. Bila tidak, pembangunan sumber daya manusia akan terus menjadi korban kerakusan elit, dan cita-cita mencetak generasi unggul Aceh hanya akan tinggal slogan.[]












