News  

Billboard Raksasa Depan Suzuya Dibongkar, Pengusaha Sebut Sudah Bayar Pajak hingga 2026

Pembongkaran papan reklame (plant billboad) tanpa izin di Jalan T. Iskandar depan Hermes Mall, Gampong Beurawe. Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, 30 Oktober 2018 silam (foto: Ist)

KabarAktual.id – Baliho raksasa yang melintang di depan pusat perbelanjaan Suzuya Simpang Lima Banda Aceh dibongkar paksa, Minggu (7/9/2025) dini hari. Pemilik usaha mengklaim masih mengantongi izin dan sudah melunasi pajak hingga 2026.

Pembongkaran dipimpin langsung oleh Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, dengan mengerahkan dua unit mobil crane dan sejumlah personel Satpol PP. Pihak Pemko menyebut keberadaan baliho di lokasi itu menyalahi perjanjian.

Menurut Juru Bicara Pemko, Tommy, di lokasi itu tidak dibenarkan lagi adanya papan reklame. Dalam pernyataan tertulis kepada media dijelaskan, bahwa klausul itu tertera dalam SPK (sura perjanjian kerja) tahun 2006 Pasal 10.

“Apabila dalam perencanaan kota/masterplan tidak dibenarkan lagi ada papan billboard pada lokasi tersebut maka pihak kedua wajib membongkar dan segala biaya akibat pembongkaran tersebut menjadi tanggung jawab pihak kedua,” demikian bunyi perjanjian seperti dikutip Tommy.

Baca juga: Diduga Jadi Tempat Prostitusi, Illiza Segel Hotel Kupula … Masih Ditemukan Kondom

Dikatakan, Pasal 18 ayat 3 Permen PU Nomor 20/PRT/M/2010 “Tentang Pedoman Pemanfaatan dan Penggunaan Bagian-bagian Jalan” melarang pemasangan baliho bando/melintang di jalan. “Pembayaran izin titik bukanlah izin pendirian billboard, tapi syarat untuk mendapatkan izin pendirian billboard,” ujarnya.

Tommy menjelaskan lagi, izin reklame PT. Multigrafindo juga sudah berakhir sejak April 2025 dan tidak diperpanjang. Pertimbangannya, kata jubir, karena Pemko sedang melakukan penataan kembali keberadaan baliho/billboard dalam wilayah Kota Banda Aceh.

Baca juga: Viral di TikTok; DPRK Banda Aceh Adakan Rapat di Sebuah Hotel di Medan

Bukan hanya izin yang berakhir, sambungnya, pihak perusahaan juga disebut belum melunasi kewajiban sebesar lebih-kurang Rp 87 juta sejak bulan Mei sampai September 2025.

Dia menambahkan, sebelum tindakan pembongkaran dilakukan, Pemko melalui DPMPTSP juga sudah beberapa kali menyurati dan bertemu langsung dengan pemilik dan meminta agar billboard dibongkar secara mandiri. Namun, lanjutnya, pemilik tidak mengindahkan hingga batas waktu yang ditentukan.

Selain itu, kata dia, pihak Pemko juga menawarkan lokasi baru untuk mereka yang sesuai dengan hasil pendataan. Lokasi baru tersebut, kata Tommy, justru akan membuat investor merasa tenang, aman, karena memiliki kepastian regulasi. “Aturan yang jelas dan tidak bisa dinegosiasikan bukanlah sebuah hambatan, melainkan jaminan agar usaha berjalan aman, lancar, dan berkelanjutan,” demikian jubir.

Tempuh jalur hukum

Direktur Utama PT Multigrando, Simson Tambunan, mengatakan, tindakan Pemko membongkar billboard miliknya menyalahi aturan. Pihaknya, disebut, telah menyetor pajak dan perjanjian resmi hingga Mei 2026.

Pemilik billboard depan Suzuya, Simpang Lima, Banda Aceh (foto: Ist)

Karena itu, pengusaha asal Medan ini memilih untuk menempuh jalur hukum. “Tindakan tersebut telah merugikan perusahaan kami, baik secara materi maupun nonmateril,” ujarnya kepada wartawan di Banda Aceh, Minggu (7/9/2025).

Simson mengatakan, pihaknya berharap haknya sebagai penyewa yang masih berlaku sampai Mei 2026 bisa dihormati. Kata dia, permasalahan ini berawal ketika Pemko Banda Aceh melayangkan surat yang menyebut bangunan reklame mereka tidak memiliki izin.

Klaim tersebut tidak tepat, kata dia, karena seluruh prosedur perizinan telah dipenuhi sejak awal pembangunan. “Segala prosedur perizinan waktu pembangunan reklame dulu sudah kami lengkapi,” tegasnya.

Dia juga menyatakan bahwa perusahaannya mendukung penuh program penataan kota, namun Simson berharap transparansi dan solusi win-win tetap dikedepankan. “Kalau memang master plan itu harus dilaksanakan, tolong dijelaskan secara tertulis,” ujarnya.

PT Multigrando mengaku selalu taat aturan sejak pertama kali membangun titik reklame pada 2005. Perusahaan ini tetap membayar pajak daerah dan sewa titik sesuai Peraturan Wali Kota (Perwal).

Dia mengatakan, perusahaannya membayar PAD sekitar Rp 252 juta per tahun untuk titik di Simpang Lima. Karena tidak adanya kejelasan dari Pemko, PT Multigrando menyatakan bakal menempuh jalur hukum.

Menurut dia, sudah dicoba komunikasikan secara persuasif, namun tidak ada kepastian. “Maka langkah berikutnya, mungkin, kami akan tempuh jalur hukum ke pengadilan,” kata Simson.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *