News  

Dituding “Menyerang” Madrasah Lakukan Pungli, Ombudsman: Mereka Melanggar PP dan Kepdirjen

Dian Rubianty (foto: Ist)

KabarAktual.id – Pengawas Madrasah Kota Banda Aceh, Dr Juanda SE MM, menilai Ombudsman Perwakilan Aceh tidak berlaku adil dalam melakukan pengawasan terhadap madrasah. “Apakah sekolah-sekolah negeri di bawah Dinas Pendidikan steril dari masalah?” tanya dia.

Lewat laman kemenagbandaaceh.com, Jumat (15/8/2025), Juanda mempertanyakan mengapa sorotan tajam terasa hanya diarahkan ke madrasah? Dia mengaku tidak menolak pengawasan, justru mendukungnya. “Tapi, mari kita bicara soal keadilan. Bukan hanya perkara benar atau salah, tapi juga perkara siapa yang diawasi dan bagaimana cara mengawasinya,” kata Juanda.

Dia kemudian mempertanyakan, jika di sekolah negeri juga ada pungutan yang tidak sesuai aturan, mengapa tidak diberitakan dan diawasi dengan kekuatan yang sama? “Apakah hukum dan etika pengawasan hanya berlaku satu sisi?” ucapnya lagi.

Mengguncang kepercayaan publik terhadap madrasah, kata dia, sama saja dengan meretakkan pondasi pendidikan itu sendiri. “Di Aceh, madrasah bukan hanya sekolah biasa. Madrasah adalah benteng moral, rumah nilai-nilai agama, dan wadah pembentukan akhlak generasi,” tegasnya. 

Baca juga: Kecurangan PPDB Disdik Aceh Dilaporkan ke Ombudsman

Dia mengaku tidak memungkiri, bisa saja ada oknum di madrasah yang keliru dalam melaksanakan PPDB. “Tapi bukankah setiap lembaga pendidikan, apa pun payungnya, punya potensi masalah yang sama?” tanyanya.

Juanda (berdiri); sumber foto kemenagbandaaceh.com

Ia merasa ada perlakuan berbeda. Kesalahan madrasah langsung disorot ke publik, diberitakan besar-besaran, seakan-akan seluruh madrasah tercemar oleh perbuatan segelintir orang. “Kalau niat kita benar untuk memperbaiki, bimbinglah, dampingi, luruskan, bukan hanya menghukum di ruang publik,” kecamnya.

Dia juga mengingatkan, bahwa kritik itu penting. Tapi, kritik tanpa pembinaan hanya akan mematikan semangat. Membela madrasah, kata dia, bukan berarti menutup mata terhadap kekurangan. “Membela madrasah berarti memastikan, bahwa pengawasan dilakukan merata. Madrasah dan sekolah negeri sama-sama diawasi,”

Lebih duluan PPDB

Menanggapi tudingan miring pihak Kemenag, Kepala Ombudsman Perwakilan Aceh Dian Rubianty mengatakan, pihaknya bekerja profesional dan sesuai dengan data yang diperoleh di lapangan. Dia menegaskan, sama sekali tidak membedakan antara madrasah dengan sekolah negeri di bawah Dinas Pendidikan.

Menurut Dian, kenapa temuan di madrasah lebih dulu diekspose hal itu karena laporannya lebih duluan rampung. “PPDBM lebih dulu pelaksanaannya. Sedangkan sekolah negeri lebih belakangan melaksanakan SPMB,” ujar Dian kepada KabarAktual.id, Sabtu (16/8/2025).

Dian membantah keras penilaian miring yang dilontarkan berbagai pihak. Ombudsman, sambungnya, bekerja berdasarkan data dan mengedepankan transparansi. “Laporan PPDBM lebih dulu kami terima, makanya lebih dulu diperiksa dan lebih dulu selesai,” tegasanya.

Dia menjelaskan, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Aceh telah menyerahkan 19 Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) terkait pungutan di luar ketentuan saat PPDBM tahun 2025 di Banda Aceh. Laporan tersebut diserahkan kepada para Terlapor, yaitu 12 kepala madrasah di Kota Banda Aceh, di Kantor Ombudsman Aceh, Kamis (13/8/2025).

Selain kepada Terlapor, kata Dian, pihaknya juga menyerahkan Salinan LHP kepada Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama (Kemenag) Aceh yang diwakili oleh Shulfan selaku Kepala Tim Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kantor Wilayah Kementerian Agama Aceh dan Kepala Kantor Kemenag Kota Banda Aceh yang diwakili oleh Syafruddin (Kepala Bidang Pendidikan Madrasah Kantor Kemenag Kota Banda Aceh, sebagai atasan dan atasan langsung para Terlapor.

Pada penyerahan LHP tersebut Kepala Keasistenan Bidang Pemeriksaan Ayu P. Putri memaparkan hasil pemeriksaan Ombudsman melalui mekanisme Respons Cepat Ombudsman (RCO).  “Ombudsman menemukan maladminitrasi pada 12 madrasah yang dilaporkan,” ucap Ayu di hadapan para Terlapor.

Ia menjelaskan, maladministrasi yang ditemukan berupa pungutan di luar ketentuan, penjualan seragam dan buku, tidak sesuainya pelaksanaan PPDBM dengan prosedur dan petunjuk teknis (juknis) yang berlaku, serta melampaui kewenangan, yaitu adanya kepala madrasah yang memimpin rapat komite madrasah, dimana seharusnya rapat tersebut menjadi wadah musyawarah bagi orang tua peserta didik, tanpa campur-tangan pihak madrasah.

Selanjutnya, pada kesempatan tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Aceh juga menyampaikan perkiraan total biaya yang dipungut saat pelaksanaan PPDBM pada 12 madrasah yang dilaporkan mencapai sekitar Rp 11 miliar lebih. Hal ini melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan dan Keputusan Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Nomor 64 Tahun 2025 tentang Petunjuk Teknis Penerimaan Peserta Didik Baru Madrasah.

Kepala Ombudsman Aceh menegaskan, aturannya jelas, tidak boleh ada biaya apapun selama proses PPDBM berlangsung. “Jadi, ini bukan larangan dari Ombudsman. Yang tidak dipatuhi 12 madrasah itu adalah PP dan Kepdirjen Pendis, Kementrian Agama RI,” tegasnya.

Walaupun tidak ada kerugian negara secara langsung, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Aceh menegaskan bahwa berbagai jenis pungutan tersebut berpotensi merugikan masyarakat. “Tentu untuk menentukan seberapa besar kerugian masyarakat, diperlukan audit atau pemeriksaan lebih lanjut oleh lembaga yang berwenang,” ujar Dian.

Pada saat penyerahan LHP, Dian menyampaikan kepada perwakilan Kanwil Kemenag bahwa sebagian satuan pendidikan telah mematuhi saran perbaikan yang disampaikan saat proses pemeriksaan, sehingga sudah mengembalikan seluruh/sebagian pungutan dimaksud. Bagi yang belum melaksanakan saran perbaikan, Ombudsman menyatakan temuan tersebut dalam LHP, agar segera melakukan pengembalian sesuai ketentuan.

“Ombudsman Perwakilan Aceh akan memonitoring dilaksanakan atau tidaknya tindakan korektif yang kami lakukan dalam waktu 30 hari setelah penyerahan LHP,” tambah Dian.

Dikatakan, PPDB Madrasah bukan sekadar proses administratif, tetapi bagian dari pelaksanaan hak konstitusional warga negara. Pelaksanaannya harus menjunjung tinggi nilai-nilai keadilan, keterbukaan, dan non-diskriminasi sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945. “Dengan begitu, madrasah menjadi sarana untuk mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu, merata, dan berkeadilan,” ucap Dian.

Dia melanjutkan, pungutan dilarang dalam proses penerimaan siswa baru karena dapat membatasi akses pendidikan, mencederai prinsip keadilan, dan menyebabkan diskriminasi berdasarkan kemampuan ekonomi.

Akses terhadap pendidikan berkualitas, sambungnya, adalah hak setiap anak Aceh. Ombudsman sudah berkoordinasi dengan Pemerintah Aceh, DPRA, beberapa pemerintah kabupaten/kota, organisasi masyarakat sipil pemerhati isu pendidikan, dan lembaga penegak hukum. “Pendidikan berkualitas adalah ciri keistimewaan Aceh. Penyelenggaraannya yang bebas dari pungutan adalah wujud Aceh Mulia,” tutup Dian.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *