Opini  

Setelah Kasus 4 Pulau, Aceh Jangan “Kehilangan Tongkat” untuk Kedua Kali

Avatar photo
Ilustrasi (foto: AI)

Gonjang-ganjing soal empat pulau milik Aceh — berdasarkan keputusan Mendagri sempat berpindah tangan ke Sumetara Utara — usai sudah. Presiden Prabowo Subianto secara tegas membatalkan keputusan gegabah yang dikeluarkan oleh pembantunya tersebut.

Empat pulau yang dikembalikan ke Aceh adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Panjang, dan Lipan yang terletak di dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil. Presiden dengan cepat menyelesaikan konflik itu secara adil dan berpihak pada kebenaran historis serta hukum.

Iklan

Atas keputusan yang bersejarah ini, kami masyarakat Aceh menyampaikan apresiasi dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Presiden Prabowo. Beliau telah mengambil sikap tegas dan adil dalam menyelesaikan sengketa ini tanpa menimbulkan kerugian bagi pihak manapun.

Ucapan terima kasih juga kami sampaikan kepada Pemerintah Aceh, anggota DPR/DPD RI asal Aceh, para ulama, tokoh masyarakat, akademisi, aktivis mahasiswa, serta seluruh rakyat Aceh dan Indonesia yang telah turut mendukung melalui kritik, gagasan, dan doa, hingga penyelesaian ini dapat tercapai secara bermartabat dan damai.

Langkah berikutnya adalah memastikan keempat pulau tersebut masuk dalam rencana pembangunan destinasi wisata bahari melalui perencanaan tata ruang wilayah (RTRW) Pemerintah Aceh dan Kabupaten Singkil. Pulau Lipan, Panjang, Mangkir Besar, dan Mangkir Kecil menyimpan pesona alam bahari yang luar biasa. Keindahan ini harus dijadikan program prioritas pembangunan pariwisata bahari di koridor pesisir selatan Aceh, apalagi telah muncul ketertarikan dari investor nasional maupun internasional untuk mengembangkan kawasan tersebut.

Peta lama yang menjelaskan batas Aceh dengan Sumatera Utara (foto: Serambinews.com)

Perjuangan mempertahankan keempat pulau sebagai bagian dari Aceh kini harus dilanjutkan dengan transformasi sektor pariwisata bahari agar menjadi sumber devisa daerah, membuka lapangan kerja, serta menggerakkan ekonomi masyarakat pesisir selatan Aceh. Terletak langsung berhadapan dengan Samudera Hindia, keempat pulau ini menyimpan potensi wisata luar biasa—sebuah surga tersembunyi (the hidden paradise) yang siap dikembangkan.

Dengan modal keunggulan tersebut, pemerintah perlu mengintegrasikan konsep pembangunan parawisata biru dan hijau dalam jaringan destinasi yang saling terkoneksi, saling melengkapi, dan berkelanjutan. Pembangunan sektor wisata bahari harus menjadi program prioritas untuk mengangkat ekonomi kawasan pantai selatan Aceh.

Dari sisi aksesibilitas, kawasan ini sangat potensial karena terhubung dengan infrastruktur jalan nasional dan ditunjang oleh bandara. Akses ke destinasi wisata ini bisa dicapai baik dari arah Sumatera Utara maupun dari Banda Aceh, ibu kota provinsi.

Ini menjadi modal penting dalam mendorong pertumbuhan sektor pariwisata bahari yang tangguh dan berdaya saing. Jadi, jangan cuma bangga bisa merebut kembali pulau-pulau itu.

Segera tunjukkan action, sehingga Aceh benar-benar terlihat mampu mengelola aset yang dimiliki. Jangan sampai kehilangan tongkat kedua kali.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *