News  

Rektor USK: Polemik Kepemilikan Pulau antara Aceh dan Sumut Berpotensi Memicu Konflik Horizontal di Perbatasan

KabarAktual.id – Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menyatakan siap menghadapi gugatan Pemprov Aceh soal 4 pulau yang dialihkan ke Sumut” yakni Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Ketek.

Persoalan kepemilikan wilayah, terutama yang menyangkut batas administrasi antarprovinsi, tidak hanya berdampak pada aspek legal-formal, tetapi juga berimplikasi luas terhadap aspek politik, tata kelola pemerintahan, dan kehidupan sosial masyarakat.

Iklan

Dari segi politik, konflik semacam ini berpotensi menimbulkan ketegangan antara dua daerah Aceh dan Sumatera Utara yang dapat membuka ruang bagi rivalitas politik regional. Lebih jauh lagi, situasi ini dapat berkembang menjadi isu identitas dan sejarah yang sensitif, sehingga memperbesar potensi disintegrasi sosial dan mengurangi legitimasi pemerintah pusat, khususnya di mata masyarakat Aceh sebagai daerah yang memiliki status otonomi khusus.

Dari aspek pemerintahan, tumpang tindih klaim administratif atas keempat pulau tersebut dapat menimbulkan kebingungan dalam perencanaan tata ruang, pengelolaan sumber daya, serta pelayanan publik. Hal ini berpotensi menghambat pembangunan dan menciptakan ketidakpastian hukum di wilayah bersangkutan.

Secara sosiologis, situasi ini berisiko menimbulkan konflik horizontal di kalangan masyarakat yang berada di wilayah perbatasan. Kecurigaan, prasangka, hingga potensi segregasi sosial antara komunitas Aceh dan Sumatera Utara dapat menciptakan keretakan hubungan sosial, baik di wilayah sengketa maupun di daerah lain yang memiliki ikatan dengan wilayah tersebut.

Oleh karena itu, penyelesaian permasalahan ini tidak dapat dilakukan secara sepihak atau semata-mata melalui pendekatan administratif. Diperlukan mekanisme penyelesaian yang komprehensif, berbasis pada data historis, sosiologis, yuridis, dan administratif yang sah. Proses ini juga harus memperhatikan secara serius ketentuan dalam Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006.

Dalam hal ini, Rektor Universitas Syiah Kuala (USK) Prof. Dr. Ir. Marwan menyatakan kesiapan untuk berkontribusi secara aktif melalui pemanfaatan keahlian yang dimiliki oleh sivitas akademika di bidang hukum, pemerintahan, politik, sosiologi, dan sejarah. USK berkomitmen untuk mendukung proses mediasi dan penyusunan rekomendasi yang berbasis pada prinsip-prinsip keilmuan, objektivitas, dan integritas akademik.

“Kami meyakini bahwa solusi terbaik atas persoalan ini hanya dapat dicapai melalui pendekatan yang menjunjung tinggi keadilan, kedaulatan, serta keharmonisan antarwilayah, dengan tetap mengedepankan perlindungan terhadap hak-hak seluruh warga negara tanpa diskriminasi,” ujar Prof Marwan.

Lebih lanjut, ia menegaskan pentingnya penyelesaian yang adil, transparan, dan partisipatif, demi mencegah meluasnya dampak negatif di tengah masyarakat. Pendekatan damai dan bermartabat melalui dialog antarprovinsi, yang difasilitasi oleh pihak netral seperti kalangan akademisi, merupakan jalan terbaik untuk membangun kepercayaan publik dan menciptakan solusi yang diterima oleh semua pihak.

Pihak USK berharap pernyataan ini dapat menjadi dorongan bagi para pemangku kepentingan untuk segera duduk bersama dan memulai dialog konstruktif demi menyelesaikan persoalan ini secara damai dan bermartabat. “Upaya ini bukan hanya penting untuk menjaga keutuhan wilayah, tetapi juga sebagai fondasi dalam mewujudkan pembangunan yang inklusif dan berkeadilan bagi masyarakat setempat,” tutup Prof Marwan.[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *