KabarAktual.id – Anggota Komisi VI DPRA, Muhammad Zakiruddin, meminta Disdik Aceh segera mengumumkan hasil AKKS jenjang SMA, SMK, dan SLB se-Aceh. Kadisdik Marthunis punya pandangan berbeda. “Kalau diumumkan sekarang justeru bisa menyebabkan misunderstanding,” ujarnya kepada KabarAktual.id, Minggu (1/6/2025).
Asesmen Kompetensi Kepala Sekolah (AKKS) yang diikuti 1.105 orang guru dan kepsek itu bertujuan untuk menjaring calon kepala sekolah, sudah berlangsung sekitar sebulan lalu. Karena tidak langsung diumumkan, menurut anggota Dewan, bisa menimbulkan isu liar di publik, seperti rumor ada oknum tertentu yang diduga meminta uang dari calon kepala sekolah.
Dia mengingatkan pihak Disdik agar pelaksanaan AKKS ini jangan sampai dimanfaatkan oleh oknum-oknum calo atau orang-orang yang tidak bertanggung jawab untuk meminta sejumlah uang kepada calon kepsek.
Menjawab media ini, Kadisdik Aceh menjelaskan, bahwa setiap calon/kepala sekolah yang mengikuti AKKS telah mengetahui hasil atau nilai masing-masing. “Langsung tertera di layar komputer peserta,” kata Marthunis.
Dijelaskan, AKKS ini merupakan salah satu tahapan penjaringan calon kepala sekolah. Selanjutnya, kata dia, akan dilakukan psikotest dan review 360 derajat.
Menurut Marthunis, Dinas Pendidikan, saat ini, sedang menapis/filter kandidat untuk ikut psikotest berdasarkan kriteria Permendikdasmen 7/2025 yang baru, Qanun 11/2014, dan Nilai AKKS. “Karena itu, belum saatnya hasil asesmen diumumkan karena berpotensi menimbulkan misunderstanding atau kesalahpahaman karena prosesnya belum final,” pungkasnya.
Langgar aturan
Seperti diketahui, puluhan SMA, SMK, dan SLB di Aceh tidak memiliki kepala sekolah (kepsek) definitif selama bertahun-tahun. Pelaksanaan AKKS oleh Disdik Aceh, baru-baru ini, bertujuan untuk memilih calon kepsek, tapi prosesnya justeru dituding melanggar edaran menteri.
Menurut Ketua Lembaga Pemantau Pendidikan Aceh (LP2A), Dr. Samsuardi, proses seleksi kepala sekolah melalui AKKS pada April 2025 itu bertentangan dengan Surat Edaran Bersama tiga kementerian/lembaga. “Kami menilai Disdik Aceh di bawah kepemimpinan Marthunis gagal total mengelola rekrutmen ini. Lebih parah lagi, apa yang dilakukan justru melanggar arahan Pusat,” kata Dr. Samsuardi, Sabtu (31/5/2025).
Yang dimaksud akademisi ini adalah Surat Edaran Bersama tertanggal 2 Mei 2024 dari Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Menteri Dalam Negeri, dan Badan Kepegawaian Negara dengan Nomor 1 Tahun 2024, Nomor 100.4.4.2/2028/SJ, dan Nomor 5 Tahun 2024 tentang Percepatan Pengangkatan Kepala Sekolah dan Pengawas Sekolah.
Dalam surat itu ditegaskan, bahwa seluruh gubernur harus mempercepat pengisian jabatan kepala sekolah, agar tidak terjadi kekosongan dan gangguan pada layanan pendidikan. “Kalau pemerintah pusat minta dipercepat, kenapa justru di Aceh makin lambat bahkan gagal? Ini bentuk pembangkangan terhadap kebijakan nasional,” tegasnya.
Dr Sam memaparkan, terdapat 2 penyebab gagalnya rekrutmen kepala sekolah SMA/SMK do Aceh. Pertama, rekrutmen kepala sekolah ala Kadisdik Aceh tidak sesuai regulasi dengan ketentuan Juknis pusat. “Kalaupun dipaksakan pasti bakal dianulir Kemdikdasmen,” kata ketua LP2A.
Kedua, sambungnya, waktu pelaksanaannya tidak mungkin terkejar sesuai intruksi Kemdikdasmen bahwa cat off paling lambat 20 Mei 2025 data kepala sekolah yang lulus tes harus di-uppload. Artinya, kemungkinan besar ini batal tidak bisa dilaksanakan karena menyeleksi seribu lebih calon kepala ekolah tidak mungkin terkejar dalam waktu singkat.
Karena terbukti tidak becus mengurus sekolah, akademisi ini meminta Gubernur Aceh mencopot Martunis dari posisi Kadisdik Aceh. “Ini menyangkut nasib ribuan guru dan ratusan sekolah di Aceh yang sampai hari ini masih tidak memiliki kepala sekolah definitif. Kalau dibiarkan, pendidikan Aceh akan makin terpuruk,” ujarnya.
LP2A juga menyebut, akibat belum diumumkannya hasil AKKS, sekolah-sekolah di Aceh terganggu dalam pelaksanaan berbagai program seperti Kurikulum Merdeka, digitalisasi pembelajaran, hingga tata kelola sekolah. “Jangan salahkan guru atau murid kalau mutu pendidikan merosot. Salahkan dulu sistem yang amburadul dan tidak transparan,” ujar Dr. Samsuardi.
Ia mendesak agar proses seleksi segera dibuka ke publik, dan semua pihak yang terlibat diminta bertanggung jawab. Jika tidak, ia menyarankan agar proses ini ditangani ulang dengan melibatkan pengawasan eksternal.[]