KabarAktual.id – Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM KM UGM) menyatakan mosi tidak percaya kepada rektornya sendiri, Ova Emilia. Para mahasiswa mengaju malu “Kampus Kerakyatan” hanyalah slogan.
Ketua BEM KM UGM, Tiyo Ardiyanto mengatakan, para mahasiswa hanya ingin mengembalikan marwah UGM sebagai Kampus Kerakyatan. Kampus Kerakyatan harus berpihak semata-mata demi kepentingan rakyat dan bukan kepentingan penguasa.
“Mosi tidak percaya ke rektor ini kami layangkan karena kekecewaan kami yang mendalam, betapa Kampus Kerakyatan ternyata hanya slogan. Mengingat 27 Mei merupakan hari ketika Rektor dilantik sejak 2022, mosi tidak percaya ini sekaligus hadiah peringatan 3 tahun Rektor menjabat,” ujar Tiyo saat dilansir Kompas.com, Sabtu (24/5/2025) malam.
Tiyo mengatakan, UGM telah berperan membesarkan kekuasaan mantan presiden Indonesia, Joko Widodo. Joko Widodo dinilai telah membentuk rezim pemerintahan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka. “UGM mestinya turut bertanggung jawab dengan menegaskan keberpihakannya,” tambah Tiyo.
Tiyo menambahkan, UGM tidak tegas dalam menyikapi dinamika politik nasional saat ini. BEM KM UGM menuntut kampus menyatakan mosi tidak percaya kepada pemerintah.
“Kami tidak akan mencabut mosi ini sampai Rektor menyatakan Mosi Tidak Percaya sebagai bukti keberpihakannya kepada Rakyat atau sesuatu yang setara dengannya,” tambah Tiyo.
Surat mosi tak percaya mahasiswa UGM (foto: Ist)
Ia mengatakan, Rektor UGM perlu mengevaluasi total kepemimpinannya apakah sejalan dengan nilai-nilai Universitas Gadjah Mada. Terutama pada bagaimana UGM memposisikan diri di tengah realitas politik yang begitu problematik. “Keberpihakan UGM kepada Rakyat itu harga yang tidak bisa ditawar dan tidak bisa dikaburkan dengan dalih bahwa UGM sering menggelar diskusi kritis tentang pemerintah sebagaimana yg diucapkan pada forum terbuka,” kata Tiyo.
Rektorat Menolak: Bukan Sikap yang Tepat bagi Institusi Pendidikan Menanggapi tuntutan itu, Sekretaris Universitas Gadjah Mada, Andi Sandi, menyatakan bahwa mosi tidak percaya bukanlah sikap yang tepat bagi institusi pendidikan tinggi seperti UGM.
Ia menegaskan bahwa kampus tetap menjaga netralitas dan mengedepankan pendekatan akademik dalam menyampaikan kritik. “Kami kalau dikatakan mosi tidak percaya, itu saya kira statement yang agak kurang tepat bagi sebuah institusi pendidikan. Meskipun dari langkah-langkah itu bisa disimpulkan bahwa sebenarnya kami tetap kritis, tidak pernah berhenti untuk memberikan kritik,” kata Andi Sandi usai dialog.
Ia menambahkan, UGM tetap bersikap kritis dan aktif dalam menyuarakan advokasi serta memberikan solusi, namun tetap berada dalam koridor keilmuan dan bukan sikap politis ekstrem seperti mosi tidak percaya. “Di sisi yang lain, ketika kritik kita advokasi, kita juga memberikan solusi,” imbuhnya.
Kemah di Balairung Aksi mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) yang telah berlangsung selama tujuh hari di halaman Balairung kampus menyoroti satu tuntutan utama: meminta rektorat menyatakan mosi tidak percaya terhadap lembaga-lembaga penyelenggara negara. Dalam dialog yang digelar pada Rabu (21/5/2025) sore, mahasiswa secara tegas membacakan sembilan poin tuntutan.
Salah satu yang menjadi sorotan utama adalah desakan agar UGM mengambil sikap politik akademik dengan menyatakan mosi tidak percaya kepada eksekutif, legislatif, dan yudikatif atas kebijakan yang dianggap merugikan rakyat.
Ova Emilia kemudian menemui para mahasiswa yang menggelar aksi demo dengan berkemah di halaman Balairung.
Aksi ini telah berlangsung selama tujuh hari. Pada Rabu (21/5/2025) sekitar pukul 15.58 WIB, Ova Emilia bersama jajaran rektorat datang ke halaman Balairung untuk berdialog dengan mahasiswa.
Di awal pertemuan, mahasiswa membacakan sembilan tuntutan, yang kemudian ditanggapi oleh rektor dan sejumlah pejabat universitas. Proses dialog berjalan cukup lancar meski diwarnai adu argumen. Setelah azan magrib berkumandang, Ova Emilia meninggalkan lokasi. Namun, sejumlah mahasiswa berusaha mengejar mobil rektorat di lingkungan kampus untuk kembali melanjutkan
Andi Sandi, menjelaskan bahwa seluruh tuntutan telah didengarkan dan dijawab dalam forum tersebut. Menurutnya, dialog berlangsung baik. “Namun pada saat Ibu (Rektor UGM, Prof. Ova Emilia) akan kembali, Ibu kan belum shalat (magrib). Pada saat itu ada sedikit gesekan dengan teman-teman mahasiswa karena masih ingin Bu Ova ada di situ. Namun, kan orang mau ibadah,” ujar Andi Sandi usai dialog dengan mahasiswa, Rabu (21/5/2025).
Ia menambahkan, gesekan tersebut terjadi karena mahasiswa masih ingin mendengar lebih banyak tanggapan dari Prof. Ova Emilia. Namun, menurutnya, seluruh poin tuntutan telah direspons secara akademis.[]
Sumber: Kompas.com