News  

Anggota DPR RI Sebut Penundaan Pelantikan Mualem tak Punya Dasar

Rahmat Saleh (foto: Ist)

KabarAktual.id – Anggota Komisi II DPR RI, Rahmat Saleh, mendesak Menteri Dalam Negeri (Mendagri) tetap melantik kepala daerah terpilih yang tidak bersengketa di Mahkamah Konstitusi (MK) tetap dilantik sesuai jadwal. Penundaan, disebutnya, tidak memiliki dasar yang kuat.

Rahmat Saleh mengatakan, kepala daerah terpilih tanpa sengketa di MK (termasuk gubernur Aceh terpilih Muzakir Manaf, red) tidak memiliki persoalan hukum. Karenanya, ia menekankan pelantikan kepala daerah seharusnya tetap dilaksanakan pada Februari 2025 sebagaimana telah dijadwalkan. 

Dia mempertanyakan, persoalan apa yang membuat pelantikan kepala daerah terpilih tanpa sengketa di MK harus diundur? “Ini tentu menjadi pertanyaan kita,” ucapnya.  

Patutnya (pelantikan), kata dia, pelantikan dilakukan sesuai ketentuan yang telah disepakati. “Kecuali memang ada putusan MK yang harus ditunggu untuk Pilkada yang bersengketa di MK,” kata Rahmat, Rabu (15/1/2025). 

“Kita desak dan minta Mendagri agar patuh terhadap ketentuan yang telah ada dan disepakati. Kalau mau menunda harus ada kejelasan yang jelas, terutama yang berkaitan dengan hukum, tapi ini tidak, kita melihat hanya untuk keseragaman, itu tentunya bukan alasan,” tegas politisi PKS dari daerah pemilihan Sumatera Barat I ini. 

Seperti diketahui, Pilkada serentak 2024 digelar di 545 daerah dengan rincian 37 provinsi, 415 kabupaten, dan 93 kota. MK saat ini telah meregistrasi 309 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Kepala Daerah (PHP Kada) 2024.   

Dengan demikian, lebih dari 200 kepala daerah terpilih yang tak terkait perkara PHP Kada 2024 menjadi “korban” karena harus menunggu seluruh proses sengketa Pilkada di MK tuntas. “Bukan hanya itu, masyarakat juga menjadi korban karena ada tumpuan harapan dan janji yang segera ingin mereka rasakan dari kepala daerah terpilih,” kata Rahmat Saleh. 

Tak hanya itu, ia mewanti-wanti penundaan pelantikan juga menyebabkan terjadinya kekosongan kepala daerah pada sejumlah daerah. “Alhasil nanti juga Pj lagi yang akan menjabat, banyak tugas-tugas yang akhirnya terbengkalai, baik dari daerahnya maupun dari jabatan utama dari seorang Pj tersebut,” sambung politikus yang pernah dua kali menjabat anggota DPRD Sumatera Barat ini. 

Di samping itu, sambungnya, penundaan pelantikan dikhawatirkan tidak akan sejalan dengan proses Pilkada yang bersengketa di MK. Penundaan akan menimbulkan persoalan baru saat MK memutuskan pemungutan suara ulang (PSU) di daerah yang berpekara. 

Menurut dia, kalau ada daerah yang bersengketa, kemudian terdapat pemungutan suara ulang, ini akan menjadi alasan lagi untuk kembali menunda pelantikan. “Jangan sampai terjadi hal tersebut,” katanya. 

Lebih jauh Rahmat mengingatkan dampak penundaan tidak hanya merugikan kepala daerah terpilih, tetapi juga masyarakat. Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2024, pelantikan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur terpilih dijadwalkan pada 7 Februari 2025, sementara pelantikan bupati dan wali kota dijadwalkan pada 10 Februari. Namun saat ini rencana penundaan membuat pelantikan diproyeksikan berlangsung setelah seluruh sengketa di MK selesai pada 13 Maret 2025.

Senada dengan Rahmat, pakar kebijakan publik dari Institute for Development of Policy and Local Partnerships (IDP-LP), Riko Noviantoro, menilai, tak ada alasan Kemendagri menunda pelantikan kepala daerah terpilih yang tak berpekara di MK. Mendagri, sebut Riko, harus segera melakukan pelantikan sesuai jadwal terhadap kepala daerah terpilih untuk menjadi kepala daerah definitif. 

Pelantikan sesuai jadwal, ungkap Riko, sangat penting sebagai upaya berkelanjutannya pemerintahan dan program di daerah sesuai APBD, yang juga berimbas terhadap pelayanan publik. “Pelantikan kepala daerah terpilih yang tak berperkara di MK ini seharusya tanpa menunggu selesainya proses di MK terhadap daerah lain yang bersengketa. Tidak pantas kepala daerah tidak bermasalah ditetapkan PJ, seolah bermasalah,” sambungnya.

Menurut dia, apa yang disampaikan anggota Komisi II DPR Rahmat Saleh itu jalan keluar terhadap daerah tidak bermasalah. “Bayangkan kepala darah yang mutlak menang kotak kosong di Makassar harus meunggu proses di MK selesai baru dilantik,” serunya. 

Kepala daerah terpilih itu, tegasnya, punya hak dan kewajiban terhadap masyarakat di daerahnya. Penetapan secepat mungkin kepada kepala daerah tidak bermaalah akan membuat mereka bisa melaksakan tugasnya dengan baik. Bisa segera melakukan koordinasi internal dan melanjutkan proram ditetapkan sesuai APBD. “Imbasnya pelayanan publik dapat berjalan dengan baik dan tak terganggu,” timpalnya.[] 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *