Jangan Lupa, Taqwallah Itu Sekda “Pemborong”

Sekda Taqwallah saat berkunjung ke daerah untuk bagi-bagi SK kenaikan pangkat pegawai beberapa waktu lalu (foto: Ist)

PERSIDANGAN kasus korupsi proyek wastafel atau wadah cuci tangan yang mentersangkakan mantan Kadisdik Aceh, RF, dan dua stafnya, secara kebetulan, terjadi saat proses pilkada berlangsung. Mau tak mau kasus ini mudah digoreng.

Beberapa oknum media sayup-sayup juga memanfaatkan kasus itu untuk menyerang salah satu cagub. Ada upaya penggiringan opini agar Bustami Hamzah, salah satu kandidat gubernur, dipanggil ke persidangan.

Pemberitaan terakhir terkait kasus korupsi wastafel adalah pemeriksaan mantan Sekda Taqwallah. Dalam rangkaian itu juga terbawa-bawa nama mantan kepala BPKA, Bustami Hamzah, yang kini sedang berkontestasi pada Pilgub Aceh.

Kenapa Bustami harus dihadirkan, alasannya, antara lain, karena pembahasan anggaran refocusing Covid-19 terjadi di ruang kerjanya kala itu. Dan, Bustami juga membubuhkan tanda paraf di dokumen anggaran.

Di situ terlihat, ada yang gagal paham. Bustami waktu itu adalah kepala BPKA. Dalam kapasitas itu, paraf dia memang harus ada di semua dokumen anggaran. Karena, dia juga anggota tim TAPA.
Soal kenapa pertemuan itu berlangsung di ruang kepala BPKA, hal ini secara tidak langsung akan menjelaskan sepak terjang Taqwallah selaku ketua TAPA.

Jangan lupa. Taqwallah dan mantan Gubernur Nova Iriansyah adalah dua “”sejoli”” dalam pemerintahan Aceh kala itu. Dengan kondisi tanpa wagub, perannya digunakan secara all in oleh Nova. Sehingga, tidak aneh ketika peran Taqwallah menjadi sangat sentral.

Ditambah karakter kepemimpinan Taqwallah yang memang cenderung one man show bahkan otoriter, maka apa saja perintah dia hampir tidak ada yang berani menolak. Apa lagi dia di-back up penuh oleh Nova. 

Dalam kondisi punya kekuasaan penuh seperti itu, mudah dipahami, siapa pun tidak bakalan berani menolak perintah Taqwallah. Termasuk soal rapat anggaran wastafel terjadi di ruang kepala BPKA.

Sebabnya itu tadi. Tidak ada kadis yang berani berbeda pendapat dengan kedua orang tersebut.
Ketika Taqwallah hendak cuci tangan terkait proyek cuci tangan, tunggu dulu. Dia adalah sekda dengan tipe “pemborong” alias one man show.

Jangankan terkait kebijakan besar seperti proyek wastafel, urusan yang “remeh temeh” pun ia campuri. Contohnya, tugas mengantar SK kenaikan pangkat pegawai. Dia suka berkeliling Aceh hanya untuk urusan yang sebenarnya cukup diserahkan kepada pegawai kontrak.

Banyak lagi aksi one man show mantan sekda ini. Urusan bagi-bagi masker, kampanye imunisasi dan stunting, hingga evaluasi dana desa. Semuanya dicaplok.

Jadi, kalau hari ini dia mengaku tidak mencampuri urusan teknis semua dinas, lantas siapa yang kemarin mengobrak-abrik laci meja guru untuk alasan program BEREH yang menyebabkan nama Taqwallah diberi julukan Pak BEREH? 

Siapa pula yang secara rutin mengunjungi semua cabang Bank Aceh dan ikut melibatkan mereka dalam program doa bersama serta evaluasi vaksinasi? Siapa yang berkunjung ke hampir semua sekolah untuk memaksa siswa harus divaksin? Siapa?

Itulah beberapa bukti, bahwa Taqwallah ketika menjabat sekda adalah tipikal yang one man show. Tipe pejabat yang suka memborong semua pekerjaan orang lain, bahkan sampai urusan menyiapkan sebuah format tabel. Apakah itu bukan mencampuri urusan semua Dinas?

Aduh, Sekda “pemborong”. Apakah anda tidak sedang berbohong?[]

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *