Pemerintah Kota (Pemko) Banda Aceh melalui Dinas Pendidikan setempat melaksanakan pembelajaran daring (online) selama darurat Covid-19. Kesannya, sigap dan cepat tanggap. Kita salut atas inisiatif kepala Dinas Pendidikan Banda Aceh beserta jajaran.
Mungkin, Banda Aceh-lah satu-satunya daerah di Aceh yang “sukses” menjalankan pembelajaran online.
Menyaksikan ini, barangkali, boleh disebut pendidikan daerah ini sudah maju. Goodwill dan prakarsa pemangku kepentingan di Banda Aceh melaksanakan pembelajaran daring harus diapresiasi. Jika perlu dengan penghargaan yang tinggi.
Tapi, tentu saja kita tidak boleh terpana; tidak boleh merasa ini sebagai sesuatu yang sangat luar biasa. Karena, apa pun yang dilakukan untuk kepentingan keberlangsungan proses pendidikan, yang harus selalu menjadi fokus adalah, apakah program yang dilakukan sudah benar-benar memberdayakan; menyiapkan peserta didik dengan bekal kognitif, psikomotor, dan afektif yang memadai? Kalau belum, lihat lagi apa yang telah anda lakukan! Mungkin ada kesalahan di sana.
Pandemi virus Corona (Covid-19) memang telah membuat situasi tidak berjalan normal, tak terkecuali dunia pendidikan. Proses belajar di kelas yang biasanya difasilitasi guru, sekarang tidak bisa terlaksana. Para siswa pun tidak mendapatkan layanan pendidikan sebagaimana mestinya.
Di tengah situasi darurat, berbagai cara ditempuh agar proses pendidikan tetap berjalan. Salah satunya adalah pembelajaran sistem online seperti diterapkan Kota Banda Aceh.
Para siswa jenjang SD dan SMP di Banda Aceh mendapatkan layanan pendidikan melalui aplikasi e-Belajar. Saban hari, guru memberikan tugas kepada para siswa melalui aplikasi ini. E-Belajar memiliki tampilan seperti website.
Di dashboard halaman utama ditampilkan gambar-gambar aktivitas pejabat. Selain menampilkan data para siswa yang aktif menggunakan aplikasi, e-Belajar juga disajikan dalam dua Bahasa: Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia.
Sayangnya, aplikasi ini dinilai tidak cocok untuk anak SD atau SMP. Para siswa kesulitan meng-upload tugas yang diberikan guru. Kendala yang dihadapi anak sepertinya tidak disadari oleh guru dan pihak Dinas Pendidikan. Karena mereka hanya tahu, semua tugas selesai dikerjakan dan berhasil di-upload. Mereka tidak tahu, bahwa yang mengerjakan itu semua bukan siswa, tapi orang tuanya.
Kalau begini ceritanya, lalu apa tujuan pembelajaran online? Untuk siapa aplikasi e-Belajar diperuntukkan? Sepertinya Dinas Pendidikan Kota Banda Aceh harus melihat kembali penerapan aplikasi e-Belajar sehingga benar-benar sesuai dengan kebutuhan anak.
Aplikasi yang memang ditujukan agar anak ramah dengan proses belajar online, bukan aplikasi yang memaksa orangtua murid menjadi operator komputer!